Pengetahuan yang didapat dari workshop tersebut tidak berhenti di museum. Para siswa dan guru yang menjadi perwakilan peserta membawa pulang ilmu berharga itu dengan satu misi pengimbasan. Misi itu terwujud di SDN 18 Tarok Dipo, tempat mereka berbagi ilmu dengan seluruh warga sekolah.
Pada pagi yang telah ditentukan, seluruh siswa dan guru berkumpul di halaman sekolah. Mereka membagi diri menjadi dua kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh siswa perempuan yang mengajarkan cara memasang tikuluak kepada siswi-siswi lain dan guru perempuan. Mereka dengan sabar memandu tangan-tangan kecil untuk melipat kain hingga membentuk mahkota yang anggun. Tawa dan sorak sorai riang terdengar saat mereka berhasil membuat tikuluak pertama mereka.
Sementara itu, kelompok siswa laki-laki yang didampingi oleh guru laki-laki, memperagakan cara memakai deta. Mereka menjelaskan langkah demi langkah, dari cara melipat kain hingga mengikatnya dengan simpul yang kuat.
Mereka pun tidak lupa menjelaskan makna dari deta yang telah mereka pelajari, menanamkan rasa bangga pada identitas Minangkabau.
Kegiatan pengimbasan ini menjadi bukti nyata bahwa semangat melestarikan budaya dapat berlipat ganda melalui transfer ilmu dari generasi ke generasi.
Dari Museum Rumah Adat Nan Baanjuang hingga halaman SDN 18 Tarok Dipo, tikuluak dan deta tidak hanya menjadi penutup kepala, melainkan simbol yang menyatukan dan menguatkan identitas budaya Minangkabau di kalangan generasi muda. (*)