Walhi Sumbar memberikan gambaran, saat ini tambang ilegal sudah semakin gampang ditemukan di banyak tempat di Sumatera Barat. Mulai di tengah kampung hingga ke dalam hutan.
Mulai dari Daerah Aliran Sungai (DAS) hingga areal pertanian pangan berkelanjutan. Puluhan alat berat bekerja setiap hari, ratusan galon BBM dipasok, bencana demi bencana ekologis telah terjadi,
“Negara seakan tidak berdaya mengatasinya, kemudian berlindung dibalik kata rakyar. Ini demi perut rakyat, demi memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat yang lagi sulit. Belum ada pejabat Sumatera Barat yang bernyali dan tegas menyatakan bahwa ini bisnis ilegal penguasa, pengusaha, serta penegak hukum pelaku kejahatan lingkungan,” ucapnya lagi.
Walhi Sumbar menegaskan, Kapolri harus mengusut kasus ini dengan terlebih dahulu memeriksa Kapolda Sumbar sebagai pimpinan tertinggi para penegak hukum di Sumatera Barat
“Kasus ini kembali menggetarkan alarm genting perlindungan pejuang lingkungan. Jika sekelas Kasta Reskrim selaku penegak hukum mampu ditumpas oleh diduga pelaku kejahatan lingkungan di kantor polisi sendiri, bagaimana dengan individu, masyarakat, komunitas, jurnalis-wartawan, mahasiswa, aktivis pembela HAM, pejuang lingkungan dan setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup baik dan sehat bisa berjuang dengan aman dan mendapat perlindungan,” tegas Walhi.
Walhi mengingatkan, meskipun pada pasal 66 UU PPLH dan terbaru Menteri Lingkungan Hidup telah mengeluarkan regulasi perlindungan pejuang lingkungan (PermenLHK 10–2024), tetapi kasus-kasus di lapangan mengonfirmasi ternyata itu belum cukup kuat menjadi skema perlindungan pejuang lingkungan.
“Salah satu jawabannya, karena pelakunya berada dan menjadi ‘bagian lain’ dari institusi yang mestinya memberikan perlindungan. Pada bagian lainnya, kasus-kasus tambang ilegal sudah menjadi ‘rahasia umum’. Terhubung ke aktor-aktor kekuasaan, baik eksekutif maupun legislatif. Negara harus segera memperkuat regulasi dan kebijakan konkrit perlindungan bagi setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup,” ujarnya.
Walhi Sumbar menekankan, jika akar kejahatan lingkungan yang tertanam atau ditanam dan menguat ditubuh Polri, termasuk di eksekutif dan legislatif tidak dicabut permanen, maka kita akan mengulang berbagai ragam bencana ekologis di Sumatera Barat yang diciptakan secara terbuka dan terang-benderang oleh pelaku kejahatan lingkungan.
“Inilah sisi gelap lain, kedua pasang calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat gagal melihat akar kejahatan lingkungan ini. Sumatera Barat perlu segera bergerak kolektif untuk pulih,” tuturnya. (*)