PADANG, HARIANHALUAN.ID — PT Berkah Rimba Nusantara (BRN) akhirnya angkat bicara terkait pemberitaan yang menyebut kegiatan perusahaannya di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar), sebagai praktik illegal logging.
Pihak PT BRN menegaskan, seluruh aktivitas pemanfaatan hasil hutan dilakukan di Areal Penggunaan Lain (APL) milik masyarakat adat Kaum Taileleu, bukan di dalam kawasan hutan negara.
Menurut penasehat hukum PT BRN, Defika Yufiandra Cs, tudingan penebangan liar itu keliru dan tidak berdasar hukum. “Kami memiliki alas hak yang sah, klarifikasi status kawasan dari instansi berwenang, serta akses resmi Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH). Semua kewajiban negara seperti PSDH dan DR juga telah kami penuhi,” ucap Defika dalam keterangan tertulis, Kamis (23/10/2025).
Ia menjelaskan, PT BRN melaksanakan kegiatan berdasarkan surat kuasa dari Kaum Taileleu kepada Martinus untuk mengelola ±900 hektare lahan adat di Dusun Taraet Borsa dan Majawak, Desa Betumonga, Kecamatan Sipora Utara. Kuasa itu diperkuat dengan surat dari Pemerintah Desa Betumonga dan klarifikasi resmi BPN Mentawai, yang menyatakan alas hak tersebut memenuhi ketentuan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Baca Juga: Pintu Masuk Bagi Illegal Logging, PHAT Tanpa Amdal Ancam Keberlangsungan Hutan Mentawai
Dinas Kehutanan Sumbar melalui UPTD KPHP Mentawai juga menegaskan bahwa sekitar 736 hektare lahan tersebut berada di luar kawasan hutan APL dan tidak termasuk dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB). Penegasan serupa tertuang dalam surat Bupati Kepulauan Mentawai tertanggal 17 Maret 2023 yang menyatakan tidak keberatan terhadap pemanfaatan lahan tersebut.
Defika menjelaskan, akses SIPUHH yang digunakan BRN bukan izin eksploitasi hutan, melainkan sistem pencatatan hasil hutan yang legal dan transparan. “SIPUHH adalah mekanisme administratif agar setiap batang kayu tercatat dan membayar pungutan negara. Ini bukan izin kehutanan, tapi sistem tata usaha,” ujar mantan Ketua KNPI Sumbar.
BRN tercatat memiliki dua akun SIPUHH yang diterbitkan Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah III atas nama Martinus, dengan total luas 73,66 hektare per akun. “Seluruh hasil hutan dari APL dicatat dan dikenai PSDH–DR. Artinya, negara juga menerima pemasukan dari kegiatan kami,” kata Defika yang akrab dipanggil Adek.
Ia menegaskan, memanen kayu di APL tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kehutanan, karena tidak termasuk kawasan hutan negara. “Kesalahan memahami SIPUHH sebagai izin kehutanan justru mengakibatkan kekeliruan penerapan hukum (error in application of law),” kata Direktur Kantor Hukum Independen (KHI) ini.