HARIANHALUAN.ID – Pengamat Hukum mengapresiasi pihak penegak hukum Polres Pariaman yang melanjutkan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di RSUD Pariaman, dan meminta pengusutan kasus ini sampai keakarnya dan mencari otak atau aktor dari kasus ini.
“Kami sebagai masyarakat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh pihak kepolisan. Kasus yang sudah mangkrak lama ini akhirnya di masa kapolres sekarang bisa diungkap, karena kasus ini sudah diketahui semenjak 2019 dan baru saat ini ada penetapan tersangka,” kata Pengamat Hukum Alwis Ilyas di Pariaman, Rabu (24/8/2022).
Ia meminta kepada pihak kepolisan agar mengusut kasus ini sampai kepada otak dari dugaan tindak pidana korupsi pembangunan gedung bangsal penyakit dalam RSUD Pariaman tersebut, kemana aliran uang.
“Kita meminta agar ini diusut tuntas, siapa otak dibalik kasus ini. Jangan sampai terhenti pada dua tersangka ini saja,” ujarnya.
Selain itu, Pengacara Kondang Pariaman ini juga menilai kerugian negara dalam kasus ini tidak hanya sekedar kelebihan bayar dan di bawah spesifikasi saja, karena gedung ini tidak bisa dimanfaatkan sampai saat ini.
“Masalahnya sampai saat ini gedung itu belum bisa dimanfaatkan. Jadi bisa dikatakan dalam kasus ini negara dirugikan Rp7,4 miliar, karena tidak bisa dipergunakan sama sekali sampai saat ini,” katanya.
Diketahui, Polres Pariaman menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan gedung bangsal penyakit dalam RSUD Pariaman tahun anggaran 2016, ditaksir kerugian negara mencapai Rp900 juta.
Dua tersangka ini dengan inisial B (60) merupakan PPK dalam proyek itu dan Z (58) merupakan kontraktor atau rekanan yang mengerjakan proyek tersebut. Tersangka ini adalah direktur dari PT. Multisindo Internasional cabang Padang.
Kasus ini berawal pada 2019 diketahui adanya dugaan tindak pidana korupsi pada pembangunan gedung bangsal penyakit dalam di RSUD Pariaman, yang dikerjakan pada 2016. Dimana pembangunan yang dikerjakan oleh PT. Multisindo Internasional ini dengan anggaran Rp7,4 miliar.
Dimana tersangka B selaku PPK dan Z selaku penyedia atau yang mengerjakan proyek ini tidak dikerjakan 100 persen atau pustus kontrak, sehingga gedung itu tidak bisa digunakan karena tidak sesuai dengan spesifikasi.
PPK melakukan kelebihan bayar dimana proyek ini baru dikerjakan baru 80 persen, akan tetapi pihaknya melakukan pembayaran sebesar 90 persen. Artinya ada kelebihan bayar yang dilakukan oleh PPK kepada pihak rekanan. (*)