Ini Lima Dugaan Korupsi Dana Pembangunan dan Proyek yang Tengah Disidik Polda Sumbar!

Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan

Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan

HARIANHALUAN.ID – Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengatakan sejauh ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) melalui Subdit III Tipidkor, tengah menangani lima laporan pengaduan korupsi dana pembangunan dan proyek yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai, serta Kabupaten Solok Selatan.

“Lima kasus korupsi yang tengah ditangani tersebut, di antaranya kasus korupsi pembangunan Masjid Agung Kabupaten Solok Selatan, kemudian empat kasus lainnya berkaitan dengan penyelewengan dana swakelola di Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Mentawai,” ujarnya, Kamis (8/9/2022).

Dwi menjelaskan, kasus korupsi pembangunan Masjid Agung telah dinyatakan menyebabkan total loss kerugian negara. Yang mana, artinya adalah semua anggaran negara yang digunakan dalam proyek tersebut dianggap tidak ada atau sia-sia.

“Sedangkan untuk kasus korupsi dan swakelola Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Mentawai, sejauh ini kami masih berkoordinasi dengan BPK untuk melakukan penghitungan kerugian negara. Namun diperkirakan kerugian negara yang ditimbulkan mencapai miliaran rupiah,” ucapnya.

Kabid menyebutkan, dari lima kasus korupsi yang tengah ditangani itu, pihaknya baru menetapkan satu tersangka dalam kasus korupsi pembangunan Masjid Agung di Kabupaten Solok Selatan. Sedangkan kasus korupsi di Kabupaten Kepulauan Mentawai, hingga saat ini proses penyidikan masih terus dilakukan dan belum ada penetapan tersangka.

Meski mengaku tidak bisa membeberkan secara gamblang identitas tersangka maupun duduk perkara kasus korupsi yang tengah diproses demi kepentingan penyidikan, namun Kabid menegaskan, bahwasanya pihaknya terus berupaya untuk mempercepat proses penyidikan agar berkas kasus tersebut bisa dinyatakan P21 dan dilimpahkan kepada kejaksaan pada tahun ini.

“Penanganan kasus korupsi ini tidak seperti penanganan kasus pidana biasa. Dia termasuk lex spesialis, ada sejumlah indikator yang harus dipenuhi. Saksinya tidak bisa cuma satu atau dua orang, harus lebih banyak. Bahkan kadangkala bisa sampai 20 orang,” ucapnya.

Selain saksi yang diperiksa cenderung lebih banyak, dalam penanganan kasus korupsi, menurutnya, penyidik juga harus mengumpulkan dan melakukan penelaahan banyak dokumen pendukung laporan polisi untuk mendapatkan hasil penyelidikan dan penyidikan yang komprehensif serta objektif.

“Makanya dalam penanganan maupun penyampaian perkembangan kasus korupsi ini penyidik harus sangat berhati-hati. Sebab, ini juga berkaitan dengan nama baik maupun masa depan seseorang,” ujarnya.

Meski demikian, mantan Kapolres Sijunjung ini menegaskan bahwasanya dalam penanganan kasus korupsi, tidak ada satu pun pihak yang bisa mengintervensi proses penyelidikan dan penyidikan yang tengah dijalankan. Bahkan, menurutnya, untuk penerbitan Surat Pemberhentian Penyidikan (SP3) kasus korupsi, hanya bisa diterbitkan langsung oleh Mabes Polri. (*)

Exit mobile version