HARIANHALUAN.ID – Kuasa hukum Wakil Bupati Solok, Jon Firman Pandu (JFP), Mukti Ali Kusmayadi Putra angkat bicara perihal pernyataan kuasa hukum Iriadi Dt. Tumanggung (IDT), Suharizal, yang beredar di media terkait penetapan tersangka kliennya dalam perkara mahar politik.
Mukti Ali Kusmayadi Putra mengatakan bahwa kasus yang disangkakan kepada kliennya adalah dugaan penipuan dan penggelapan, bukan mengenai mahar politik.
Untuk itu, Mukti Ali Kusmayadi membantah pernyataan kuasa hukum IDT, Suharizal. Pernyataannya yang beredar di media online di Sumbar, diduga melakukan penggiringan opini, sehingga mencemarkan nama baik dan merusak karakter kliennya.
“Pernyataan kuasa hukum IDT mengatakan mahar politik dan menetapkan segera status tersangka kliennya ini, merupakan penggiringan opini. Ini harus diluruskan, karena dua sisi yang berbeda,” kata Mukti Ali Kusmayadi yang akrab disapa Boy London, saat konferensi pers di Kantor Liberty Padang, Rabu (19/10/2022).
Boy London menyebutkan, fakta dalam laporan ke Polda Sumbar bahwa dalam perkara pidana penipuan dan penggelapan, bukan soal mahal politik. Jika mahar politik, maka pemberi dan penerima bisa tersangka.
Menurut Boy London, penggiringan opini melalui media yang disampaikan kuasa hukum IDT sangat berbaur politik. “Sampai saat ini, pernyataan itu tidak dapat dibuktikan pelapor, baik bukti berbentuk kwitansi dan bukti transfer. Kami sudah cek ke penyidik. Dan kasus ini menurut keterangan penyidik masih mendalami keterangan enam orang saksi,” katanya.
Menurutnya, IDT telah pula dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan memberikan mahar kepada JFP dan tentu memiliki konsekuensi hukum sebagaimana termaksud dalam Pasal 187 C di Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014.
“Maka berita yang telah disebar oleh kuasa hukum IDT di berbagai media adalah tindakan diluar batas kewenangannya, dan pasti berdampak pada nama baik JFP beserta keluarga dan Partai Gerindra secara keseluruhan,” ujarnya.
Selain itu, Boy London juga mempertanyakan kapasitas kuasa hukum IDT yang meminta penetapan tersangka kliennya kepada pihak kepolisian. Padahal, kliennya belum diperiksa sebagai terlapor.
“Belum diperiksa, tiba-tiba kuasa hukum IDT meminta agar ditetapkan tersangka. Ini tentunya bagian intervensi seorang lawyer kepada penyidik. Saya harap kuasa hukum IDT tetap mempedomani azas praduga tidak bersalah. Kami tegaskan kepada kuasa hukum IDT untuk tidak berusaha menggiring opini negatif terhadap JFP,” ucapnya.
Terakhir, Boy London mengatakan, pihaknya meminta kepada penyidik agar profesional dalam menangani perkara ini. Jangan mau penyidik diintervensi oleh siapapun.
“Secara faktual klien kami belum di BAP dalam perkara ini yang sudah berstatus penyidikan. Saya berharap kepada IDT dan kuasa hukumnya harus mengedepankan azaz praduga tak bersalah. Jangan lagi melakukan narasi-narasi sesat untuk menjatuhkan harkat dan martabat klien kami,” tuturnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Iriadi, Suharizal mengatakan, perkara kliennya ini memang dugaan penipuan dan penggelapan. Namun dibunyikan mahar politik dalam tanda kutip, sehingga menjadi besar.
Ia mengungkapkan, kliennya awalnya bergerilya mencari partai yang mempunyai kursi legislatif di Kabupaten Solok untuk bisa maju menjadi calon Bupati Solok. Gerilya itu tidak terkecuali Partai Gerindra Kabupaten Solok oleh timnya.
Kemudian terjadilah pembicaraan dan sebagainya. Kliennya bertemu Jon Firman Pandu, karena dalam anggaran dasar Partai Gerindra, DPC mengusulkan kepada DPP calon atau bakal calon bupati melalui DPD.
“Kemudian pada 5 Agustus 2020 ternyata tidak ada nama klien saya yang keluar sebagai calon yang direkomendasikan dari Partai Gerindra, namun nama lain yang keluar,” kata Suharizal, Rabu (1/6/2022).
Merasa ada sesuatu yang salah, kata Suharizal, kliennya menagih uang yang pernah diberikan. Padahal komunikasi dari setahun sebelumnya sudah intens. “Pada tanggal 6 Agustus 2020 itu sudah dilakukan penagihan oleh klien saya,” ujarnya.
Selanjutnya, pada tanggal 28 Oktober 2021, Ketua DPC Gerindra, Jon Firman Pandu ini bicara di sebuah akun YouTube yang mengatakan beberapa poin sudah ada pembicaraan dan tidak ada mahar politik. “Hingga sejak itu muncul kata mahar politik di berbagai media,” kata dia.
Suharizal melanjutkan, di awal Maret 2022 penagihan selanjutnya, kliennya sempat dijanjikan dikembalikan dengan bentuk tanah, namun tidak terealisasi. “Setelah Lebaran, 5 Mei 2022 memutuskan untuk melapor ke Polda Sumbar,” ujarnya. (*)