Surat pagang gadai tersebut dibuat dua rangkap dengan bunyi dan kekuatan hukum yang sama. Satu dipegang oleh si pemberi gadai (kaum Sikumbang kaum penggugat) dan satu rangkap lagi dipegang oleh penerima gadai (Kaum Husni Suku Chaniago kaum tergugat II Zulaini) dan kemudian ikut ditandatangani dan disaksikan oleh Penghulu Kasang Urang Kayo Batuah, Tuo Kampuang, Kepala Kampuang, Almarhum Si Kering, Almarhum Rajo Marah.
Beberapa tahun kemudian ternyata, sekitar Tahun 1960 sawah tersebut mengalami persoalan pengairan yang kurang bagus, sehingga tidak bisa menghasilkan panen padi sebesar sebanyak 700 kulak pauh, maka Husni Suku Chaniago berhak menggarap sendiri sawah objek perkara dengan mengambil alih sawah gadai atau sawah objek perkara tersebut. Sejak tahun itu, sawah objek perkara digarap dan diambil penguasaannya oleh almarhum Husni Suku Chaniago beserta keluarganya.
Lalu almarhum Husni meninggal dunia, maka sekitar Tahun 1970 tanah tersebut dipegang penguasaanya oleh keturunan dari si penerima gadai yaitu almarhum Ipah panggilan Jipah, anak cucu dari perempuan Suku Chaniago penerima gadai atau ibu kandung dari tergugat II Zulaini.
Beberapa tahun kemudian, meninggal dunia Ipah maka penguasan sawah dikuasai oleh anak kandungnya tergugat II Zulaini, keturunan dari Ipah. Dikarenakan tanah objek perkara belum bisa ditebus oleh kaum Suku Sikumbang, maka sekitar Tahun 1970 tergugat I, Syofyan Ma’Aroef mengaku bahwa dia telah membeli sebagian tanah pagang gadai antara kaum Suku Sikumbang dengan dari keturuan Ipah, yaitu Zulaini (tergugat II) seluas 4.000 M2 atau yang disebut dalam naskah gugatan ini sebagai objek perkara.
Pada saat itu, kaum Suku Sikumbang memiliki Mamak Kepala Waris (MKW), adalah almarhum Syamsuir yang baru saja meninggal dunia pada tanggal 14 Maret 2022, mendapatkan informasi tersebut. Sehingga MKW Suku Sikumbang mempertanyakan kepada Zulaini tentang kebenaran berita tersebut, akan tetapi Zulaini mengatakan bahwa ia juga telah menyelesaikan pagang gadai atau gadai sawah dengan anggota kaum Suku Sikumbang bernama Nurbaini, anak dari almarhumah Syamsiar Mande.
Mendengar berita tersebut, almarhum Syamsuir mengatakan bahwa mana mungkin bisa pagang gadai sawah kaum Suku Sikumbang terhadap tanah objek perkara bisa diselesaikan dengan almarhumah Nurbaini, yang notabene adalah anggota kaum yang malakok atau orang pendatang di dalam kaum Suku Sikumbang atau bukan orang asli anggota kaum Suku Sikumbang. Bahwa almarhumah Nurbaini sejak dari dahulu tidak ada di dalam ranji kaum Suku Sikumbang.