‘Where We Go IF Police Murders?’ Tanya dan Tangis Ayah Ibu Sepeninggal Afif Maulana

Afif Maulana

Sejumlah masa Gerakan Suara Rakyat Sumbar beserta keluarga korban Afif melakukan aksi damai peringatan Hari Anti Penyiksaan Internasional di depan Kantor Polda Sumbar di Jalan Sudirman, Kota Padang, Rabu (26/6). Dalam aksi yang bertajuk berikan keadilan untuk Afif tersebut mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus kematian anak yang bernama Afif (13). IRHAM

PADANG, HARIANHALUAN.ID– Teriakan lantang #UsutTuntasKematianAfifMaulana, terdengar begitu keras disuarakan secara serempak oleh puluhan lelaki dan perempuan yang berkumpul di luar pagar halaman Mapolda Sumbar Rabu (26/9) siang kemarin.

Kompak mengenakan Dress Code hitam tanda berkabung, mereka hendak mencari keadilan. Berburu jawaban atas penyebab kematian seorang bocah berusia tiga belas tahun yang mayatnya ditemukan penuh luka lebam dibawah jembatan Kuranji.

Diantara puluhan orang demonstran yang meneriakkan slogan-slogan penentangan terhadap aneka ketidak adilan, berdiri tegar sepasang suami istri. Wajah keduanya terlihat begitu lelah, murung dan sedih. Putus asa tidak tahu hendak mengadu kemana.

“Kemana lagi kami akan mengadu, jika anak kami nyatanya disiksa lalu dibunuh polisi ? ,” ucap Anggun pelan sambil sesekali menatap figura berisi potret wajah seorang anak berusia belasan tahun.

Wanita berusia 32 tahun itu, terlihat sesekali menyeka bulir air mata yang turun membasahi masker hitam yang ia kenakan. Sementara disampingnya, sang suami Afrinaldi terus mencoba untuk terlihat tetap tegar. Namun begitu sorot matanya yang begitu sayu, tidak mampu menyembunyikan rasa kecewa yang jelas tergores di hatinya.

Keduanya adalah orang tua kandung Afif Maulana, bocah malang berusia tiga belas tahun yang kematiannya kini masih menyisakan tanda tanya besar. Apakah keadilan masih ada ? Hukum seperti apa yang akan mampu menyentuh aparat penegak hukum yang tega menyiksa dan membunuh?.

Pertanyaan-pertanyan liar itu, tergambar jelas dalam salah satu spanduk protes yang dibawa Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar dalam aksi unjuk rasa damai yang digelar bertepatan dengan peringatan hari anti penyiksaan internasional tersebut.

Poster itu bertuliskan. “Where We Go IF Police Murders?” Kata sederhana dalam bahasa inggris itu, agaknya sangat mewakili perasaan Anggun dan Afrinaldi. Sepasang orang tua yang kehilangan buah hatinya.

Kepada Haluan, Anggun bercerita, sejak jasad Afif ditemukan mengambang di bawah jembatan Sungai Kuranji, sampai kini belum ada satu pun pihak kepolisian yang datang ke rumah.

“Hasil otopsi Afif sudah kita coba mintakan. Tapi kata polisi itu belum selesai. Kertasnya pada bagian penyebab kematian pun, masih dikosongkan pihak Rumah sakit Bhayangkara dan Polisi, ucap Anggun mengawali perbincangan.

Suara Anggun saat itu, terdengar begitu lemah. Namun nada suaranya, mendadak menjadi tinggi disaat awak media bertanya harapan apa yang ingin ia sampaikan kepada petinggi jajaran Korps Kepolisian negeri ini ?,

Mantap Anggun menjawab. “Harapan saya oknum yang menganiaya anak saya dihukum mati dan dipecat. Kapolda Sumbar dan Kapolri harus menuntaskan kasus Afif Maulana secara transparan. Oknum Polisi yang membunuh dan menyiksa anak saya harus dipecat,” tegasnya.

Mata Anggun kembali berlinang, dengan suara serak ia melanjutkan, bagi dirinya, afif yang masih berusia 13 tahun, masihlah begitu kecil. Dia tidak habis pikir, kenapa ada manusia yang tega menyiksa dan membunuh sesamanya.

“Afif itu masih kecil loh, masih tiga belas tahun. Saya tidak terima dia disiksa sampai mati. Bahkan kata kawan-kawannya, Afif itu telah memohon-mohon berulangkali agar jangan disiksa. Tapi oknum-oknum disana masih tetap memukulinya,” ratap Anggun yang kini telah kehilangan putra tersayangnya.

Bagi Anggun selaku wanita yang melahirkan dan merawat Afif sejak masih bayi, tidak ada hukuman yang lebih pantas untuk dijatuhkan kepada oknum polisi penyiksa dan pembunuh keji. Selain hukuman mati, atau Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH).

“Pelakunya harus dihukum mati atau dipecat. Itu satu-satunya harapan kami kepada Bapak Kapolda Sumbar maupun Kapolri Listyo Sigit Prabowo,” ucap Anggun.

Harapan serupa, disampaikan Ayah Afif Maulana yakninya Afrinaldi, lelaki berusia 36 tahun ini, hanya punya satu pertanyaan besar. Kenapa ada orang yang begitu tega menyiksa dan membunuh anaknya?.

Mata Afrinaldi pun seketika berkaca-kaca saat mengingat momen-momen terakhir dirinya berinteraksi dengan Afif Maulana. Seingat Afrinaldi , pada sore sebelum malam naas itu, Afif sempat izin kepada dirinya untuk pergi bermain ke rumah sang nenek di daerah Cengkeh.

Sekitar jam 8 malam, Afif masih sempat mengabari sang ayah via telfon. Memberitahukan bahwa dia sedang berada dirumah sang Nenek di daerah Cengkeh. Komunikasi terakhir pun, terjadi sekitar jam 11 malam.

Saat itu, Afif bahkan sempat Video Call dengan sang ayah untuk memberitahukan bahwa pada malam itu, sepertinya dirinya akan pulang kemalaman. Sebab saat itu, Afif hendak pergi menonton gelaran Euro 2024 pada pukul 2 pagi bersama rekan-rekannya.

“Saya bilang jangan pulang nak, nanti kena begal, tidur saja di Cengkeh. Terus Afif mengirim video dia lagi masak Mie sama teman-temannya. Tidak lama setelahnya, dia bilang, kalau ketiduran nanti Afif tidur disini saja Pa,” ucap Afrinaldi menirukan perkataan anaknya.

Afrinaldi sungguh tidak menyangka, percakapan singkat via Whats App pada malam itu, akan menjadi komunikasi terakhirnya dengan sang anak. Sebab pada jam 11 siang keesokan harinya, kontak WhatsApp Afif sudah tidak lagi aktif.

“Saya tidak ada firasat apa apa sampai sekitar jam tiga lewat mamanya Afif nelfon nanya dimana Afif, saya jawab tidak ada. Bahkan saya sempat mencari Afif hingga ke Indarung dan Cengkeh atau bahkan menanyakan Afif kepada teman sekolahnya. Tapi tetap tidak ada,” ucapnya.

Hilangnya kabar dari afif, sontak membuat keluarganya dirumah merasa kelabakan. Sebab selama ini, Afif dikenal sebagai anak yang cukup pendiam. Biasanya, sekitar jam 10 malam saja Afif sudah tidur di rumah. “Saya baru tahu Afif meninggal di hari Minggu. Sekitar jam 6 saya baru tahu setelah melihat Afif lewat pemberitaan media,” ucapnya.

Berdasarkan pengakuan rekan-rekan Afif kepada Afrinaldi, pada malam itu mereka memang konvoi keliling Kota Padang dengan mengendarai sejumlah motor yang mereka tidak tahu jumlah pastinya berapa.

“Namun ketika saya tanyakan kepada teman-teman Afif yang lain, mereka mengaku tidak kenal Afif, mereka hanya kenal Aditya yang berboncengan dengan Afif pada malam itu,” jelasnya.

Afrinaldi juga mengaku Haqqul Yaqin bahwa Afif Maulana buah hatinya itu, mendapatkan tindakan penyiksaan yang sangat kejam oleh aparat kepolisian yang betugas malam itu. Dugaan itu, diperkuat dengan kesaksian sejumlah rekan Afif yang juga ikut menjadi korban pada malam jahanam tersebut.

“Sebenarnya ada saksi yang ikut ditangkap melihat anak saya dibawa ke Polsek, saksi itu pun ada yang bilang, anak saya sudah minta ampun, tapi malah tetap disiksa oknum,” ucapnya.

Kecurigaan itu, menurut Afrinaldi, juga diperkuar dengan kenyataan bahwa jasad Afif ditemukan penuh lebam. Baik pada areal muka, punggung, perut atau bahkan jari-jari afif yang terlihat luka karena mencoba menahan tendangan

“Muka Afif luka lebam. Itu karena siksaan. Bukan karena jatuh dari jembatan, disebelah kiri punggung , tangan dan perut ada bekas tendangan sepatu oknum. Teman-temannya bahkan ada yang mengaku disundut rokok,” katanya.

Dengan kondisi jasad Afif yang penuh lebam itu, Afrinaldi menilai alasan polisi yang menyatakan Afif tewas karena loncat dari jemabatan Kuranji karena berniat melarikan diri dari sergapan personel Sabhara Polda Sumbar tidak masuk akal.

Apalagi, ketinggian jembatan Kuranji lebih dari 30 meter. Pada malam kejadian pun, debit air sedang kering. Artinya, jika memang Afif jatuh karena terjun, kaki anaknya pasti akan patah.

“Ini kakinya tidak apa-apa. Kalau jatuh pun, masa jatuhnya tepat ditengah -tengah jembatan. Saya yakin anak saya tewas disiksa. Saya berharap Kapolri menjatuhkan sanksi yang tegas kepada para oknum yang terbukti terlibat menyiksa dan membunuh anak saya Afif Maulana,” pungkansya mengakhiri.(*)

Exit mobile version