HARIANHALUAN.ID – Sejumlah orang tua atau wali murid Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Padang merasakan ada keganjilan dan mempertanyakan aliran uang komite yang dipungut dari wali murid sejumlah Rp100.000 per-KK (Kartu Keluarga), per semester di sekolah tersebut. Pasalnya, saat ditanyakan ke bendahara soal rincian kegunaan uang komite tersebut tidak ada kejelasan yang diperoleh.
Salah seorang wali murid bernama Mirna (35) mengungkapkan alasan mengapa para wali murid mempertanyakan aliran uang komite tersebut. Ia mengatakan bahwa uang tersebut tidak jelas laporan penggunaannya.
“Uang komite sekolah yang sudah dipungut sebanyak dua kali dalam kurun waktu sekitar 6 hingga 8 bulan ini, dikumpulkan oleh wali kelas. Setelah dikumpulkan oleh wali kelas, dana tersebut tidak jelas oleh siapa yang memegangnya. Harusnya kan bendahara, namun saat kami tanya ke bendahara, ia menjawab tidak tahu dan tidak memegang uang komite se persen pun,” ujar Mirna, Sabtu (20/7).
Dengan demikian, mereka merasa ada kejanggalan dalam laporan penggunaan uang komite yang seharusnya dipegang oleh bendahara komite yang ternyata bendahara komite dipaksa tutup mata mengenai uang keluar-masuk komite sekolah tersebut.
Mirna mengatakan, berdasarkan hasil rapat komite bersama wali murid yang dilakukan beberapa waktu lalu, uang komite tersebut akan dipergunakan untuk memperbaiki sekolah. Seperti pembangunan gerbang dan pagar sekolah.
“Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) bendahara yang seharusnya memegang uang pungutan komite sekolah dari wali murid tersebut tidak terlaksana dengan baik. Uang tersebut tidak diserahkan kepada bendahara komite, namun dipegang oleh salah seorang guru di sekolah tersebut. Nah, kami tidak tahu kepada siapa harus dipertanyakan,” ungkap Mirna.
Hal yang sama diungkapkan oleh wali murid lainnya bernama Arif (40). Selain uang komite sekolah yang tidak ada kejelasan, ada juga dana BOS dari pemerintah pun juga tidak ada kejelasan.
Ia menuturkan, dana BOS tersebut yang dikucurkan oleh pemerintah pada masing-masing sekolah mendapatkan sekitar Rp1.000.000 per murid. Jika ada sebanyak 600 murid di sekolah tersebut, artinya sekolah menerima sebanyak Rp600.000.000 kucuran dana BOS dari pemerintah.
“Dana BOS tersebut seharusnya ada kejelasan, seperti membutuhkan meja berapa buah, kursi, dan berapa uang yang di keluarkan untuk membayar tenaga honorer maupun keamanan. Serta harus ada penjelasan berapa buku yang dibelikan kepada anak-anak,” katanya.
Tidak hanya itu, keluhan lainnya juga dirasakan oleh Susi, bahwa selain uang komite orang tua murid juga diberatkan dengan berbagai uang lainnya. Seperti uang infak dua kali satu pekan pada hari Senin dan Jumat yang mana kegunaan uang infak tersebut juga tidak diketahui kegunaannya. Dan sumbangan di hari guru, uang perpisahan, dan uang-uang iuran lainnya.
“Ini kan sekolah negeri, dan juga mendapatkan bantuan dari pemerintah. Mengapa banyak sekali iuran. Jelas ini sangat memberatkan orang tua. Kita sekolah di negeri ini berharap tidak ada berbagai macam iuran lagi, beda dengan swasta. Nah malag negeri ini yang banyak uang iurannya,” sebut Susi mengeluh.
Sementara itu, saat dikonfirmasi kepada Bendahara Komite Sekolah, Rahma, mengenai informasi keluhan yang disampaikan oleh wali murid bahwa uang komite tersebut tidak diserahkan ke bendahara, ia membenarkan hal tersebut.
“Saya sebagai bendahara komite MIN 1 Kota Padang, memang menyepakati untuk memungut uang komite kita sebesar Rp100.000 per-KK per semester. Yang bertujuan untuk memperbaiki sekolah,” katanya.
Ia menjelaskan, uang komite tersebut dipungut oleh wali kelas dan diserahkan kepada salah seorang guru.
“Jadi jika ditanyakan kepada saya rincian dan laporan keuangan, saya tidak tahu, karena uang komite tersebut tidak ada satu rupiah pun diserahkan kepada saya. Saya di sini hanya bendahara formalitas saja,’ ucap Rahma.
Terkait adanya keluhan sejumlah wali murid terhadap iuran komite di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Kota Padang, Kepala MIN 1 Padang, Lilis Andriani memberikan tanggapan. Menurutnya, iuran komite tersebut sudah merupakan hasil kesepakatan antara orang tua dan pihak sekolah.
“Kami menggunakan uang komite tersebut memang untuk kebutuhan pembangunan sekolah. Saat saya pindah ke MIN ini beberapa bulan lalu, memang kondisi sekolah sangat miris dari segi fisik. Salah satunya gerbang sekolah yang sudah reot,” ungkap Lilis kepada Haluan, Selasa (23/7) di ruang kerjanya.
Menurut Lilis, dengan kondisi tersebut memang harus ada perhatian khusus. Untuk itulah diadakan rapat wali murid dan pengurus komite.
“Jadi hasil rapat tersebut disepakatilah untuk mengumpulkan sumbangan untuk memperbaiki dan melanjutkan pagar sekolah tersebut. Namun sumbangan tersebut tidak ada paksaan. Ada yang membayar Rp100 ribu per KK, ada juga yang membayar Rp50 ribu, ada juga yang tidak membayar,” ujarnya.
Ia menambahkan, jika ada keluhan dari beberapa wali murid, itu adalah yang tidak setuju dan tidak mau membayar.
“Sudahlah tidak mau membayar, juga tidak mau membangun bersama, dan banyak pula komentar. Namun demikian, pembangunan tetap terus kita lanjutkan,” tambah Lilis.
Saat ditanya kenapa bendahara komite tidak berperan sesuai tupoksinya karena menurut Lilis, bendahara tersebut orang rumahan dan segan jika harus diundang terlalu sering.
“Kami sediakan juga bendahara pembantu untuk membantu kerja bendahara,” sebutnya.
Sementara itu, terhadap keluhan wali murid yang juga keberatan adanya iuran infak yang dipungut dua kali dalam satu minggu, Senin dan Jumat, Lilis mengatakan hanya didapat paling banyak Rp500 dalam satu minggu. Uang tersebut digunakan untuk kegiatan yang tidak ada dalam anggaran.
“Jadi iuran infak tersebut tidak setiap hari. Jadi untuk itulah uang tersebut kita gunakan seperti reword,” imbuhnya.
Lilis juga menambahkan, jika ada disebut juga soal iuran perpisahan, ia mengatakan iuran tersebut dikelola langsung oleh orang tua murid tersebut. Dirinya mengaku tidak ada memegang uang apapun dari segala iuran yang dipungut. (h/win)














