PADANG, HARIANHALUAN.ID- Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan EWS berupa perangkat sensor, CCTV dan sirine yang sudah terpasang tersebar ke beberapa titik di sekitar Gunung Marapi.
Pemasangan peralatan EWS dilakukan setelah sebelumnya dinyatakan berfungsi dengan baik melalui serangkaian uji coba oleh tim ahli Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) hingga Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera V.
Sebelumnya, Gunung Marapi di SumateraBarat (Sumbar) naik status dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga). Keputusan ini diambil berdasarkan analisis menyeluruh terhadap aktivitas gunung berapi tersebut yang mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa pekan terakhir.
“Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi secara menyeluruh, maka tingkat aktivitas Gunung Marapi dinaikkan dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga) terhitung mulai pukul 15.00 WIB pada 6 November 2024. Peningkatan ini juga disertai dengan rekomendasi terbaru yang menyesuaikan dengan potensi ancaman terkini,” ujar Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid A. N, dalam keterangan tertulis yang diterima Haluan Rabu (6/11).
Secara visual, aktivitas Gunung Marapi menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hembusan abu vulkanik dan erupsi yang terjadi belakangan ini semakin intensif.
Pada 27 Oktober, teramati kolom abu setinggi 2.000 meter di atas puncak, sementara pada 6 November pukul 05.44 WIB, ketinggian kolom abu mencapai 1.500 meter di atas puncak.
Sejak awal Oktober, pemantauan menunjukkan adanya peningkatan kegempaan, terutama gempa Vulkanik Dalam (VA) yang mengindikasikan suplai magma dari kedalaman menuju ke permukaan.
Kenaikan kegempaan inisejalan dengan adanya deformasi atau penggelembungan (inflasi) di bagian puncak Gunung Marapi, yang menunjukkan adanya tekanan magma yang semakin meningkat di dalam tubuh gunung api tersebut.
Data dari parameter dv/v (variasi kecepatan seismik) dan koherensi juga menunjukkan adanya gangguan kondisi medium bawah permukaan akibat peningkatan tekanan (stress).
“Saat ini, energi seismik yang tercermin dari RSAM (Real-time Seismic Amplitude Measurement) menunjukkan fluktuasi yang sedikit diatas baseline,” jelasnya, yang mengindikasikan peningkatan potensi letusan yang mungkin terjadi sewaktu-waktu sebagai bentuk pelepasan dari akumulasi energi tersebut. (*)