Selain itu, falsafah Adat Basandi Syarak dan Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) dipandang sebagai harta pusaka yang menjadi falsafah hidup orang minang yang ‘tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan’.
“Falsafah ABS-SBK adalah sebuah legalitas sekaligus supremasi dan eksistensi bahwa Minangkabau tidak hanya sekelompok etnis, namun adalah falsafah hidup, tuntunan, dan pegangan hidup, baik secara individu maupun sebagai warga negara. Karena itu sudah sepantasnya saya sebagai ‘urang awak’ memperjuangkan terbentuknya DIM,” beber Ajo Sal.
Sementara itu, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Dr. H. Fauzi Bahar Datuak Nan Sati berharap agar keberadaan wakil-wakil rakyat asal Sumbar di DPR RI menjadi elemen penting dalam perjuangan mewujudkan terbentuknya DIM.
“Kami berharap melalui pertemuan hari ini dengan Bapak H. Arisal Aziz, seluruh wakil-wakil kita di DPR RI dapat bersama-sama membantu terwujudnya DIM ini. Dan kami yakin kalua kita sudah ‘saiyo sakato’ pekerjaan ini akan bisa kita selesaikan,” sebutnya.
Usulan Daerah Istimewa Minangkabau, Sumatera Barat, sudah bergulir sejak tahun 1970-an, namun setelah hampir setengah abad usulan tersebut masih belum membuahkan hasil.
Wacana penamaan Daerah Istimewa Minangkabau hangat kembali pada tahun 2014, tokoh yang berperan dalam mengangkatkan isu ini adalah Mochtar Naim, seorang Sosiolog yang pernah menjabat sebagai anggota DPD RI.
Pembentukan Daerah Istimewa termaktub dalam UUD 1945 BAB VI Pemerintahan Daerah Pasal 18B ayat (1) yang berbunyi ”Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang”. (h/isr)