JAKARTA, HARIANHALUAN.ID- Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, memaparkan hasil evaluasi terhadap pengawasan Pilkada Serentak 2024 dalam Rapat Evaluasi Nasional Pelaksanaan Pemilihan Serentak Tahun 2024 yang digelar KPU di Bandung, Kamis, (23/10/2025). Ia mengungkapkan berbagai catatan penting terkait kendala teknis, keterbatasan akses data, serta tantangan koordinasi antarlembaga yang perlu diperbaiki untuk memperkuat integritas pemilihan di masa mendatang.
“Pilkada 2024 menjadi ujian besar bagi kesiapan kelembagaan penyelenggara pemilu dalam menghadapi pelaksanaan pemilihan nasional dan daerah secara bersamaan. Penyelenggara pemilu dinilai berhasil menjaga kelancaran tahapan pemilihan di seluruh daerah,” ungkapnya.
Dalam paparannya, Bawaslu menemukan sejumlah praktik baik hasil kolaborasi antara penyelenggara di berbagai tingkatan, mulai dari pusat hingga pengawas di TPS. Namun, masih terdapat catatan perbaikan di beberapa aspek seperti keterlambatan pembentukan pantarlih di Mamuju Tengah serta dugaan keterlibatan petugas dalam kegiatan partai politik yang teridentifikasi melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
“Pada tahap pencocokan dan penelitian (coklit), pengawas menemukan kendala di daerah terdampak bencana dan wilayah perbatasan. Melalui pengawas di tingkat kelurahan/desa, Bawaslu mendorong agar pencocokan data tetap dilanjutkan setelah logistik kembali tersedia sehingga tahapan tidak terganggu,” tuturnya.
Ia menambahkan, dalam penyusunan daftar pemilih tetap (DPT), masih ditemukan pemilih yang tidak memenuhi syarat namun tercantum dalam daftar, serta pemilih yang seharusnya masuk namun belum terdaftar. Menurutnya, tantangan terbesar pengawasan DPT terletak pada terbatasnya akses data akibat kebijakan zero sharing data policy yang diberlakukan KPU seiring berlakunya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Kebijakan ini membuat Bawaslu tidak dapat mengakses data DP4 dan daftar pemilih model A, sehingga menyulitkan verifikasi akurasi data dan berpotensi menimbulkan pemilih ganda.
“Keterbatasan akses terhadap data pemilih membuat fungsi pengawasan tidak berjalan optimal. Ke depan, perlu ada pengaturan yang memungkinkan Bawaslu menjalankan tugas secara penuh tanpa mengurangi prinsip perlindungan data pribadi,” ujar Bagja.
Dalam pengawasan logistik, kata Bagja, Bawaslu mencatat adanya ketidaksamaan informasi antara KPU dan pengawas di daerah. Beberapa KPU kabupaten/kota tidak memberikan jadwal distribusi logistik atau akses terhadap akun Silog KPU. Di sejumlah wilayah, sambungnya, hambatan geografis dan minimnya pengawalan turut memperlambat distribusi logistik dan menimbulkan risiko keamanan terhadap perlengkapan pemungutan suara.
Alumni Universitas Andalas ini menambahkan, pada pengawasan pencalonan, keterbatasan akses dokumen di Sistem Informasi Pencalonan (Silon) juga menjadi hambatan. Kondisi ini membuat pengawas kesulitan memverifikasi keabsahan dokumen seperti ijazah atau surat bebas pidana. Bagja menilai perlunya penegasan norma hukum mengenai syarat calon, termasuk periodesasi jabatan kepala daerah agar tidak menimbulkan multitafsir.
Bagja juga mencatat adanya 212 dugaan pelanggaran pidana pemilihan dan 932 dugaan pelanggaran terhadap peraturan lainnya, terutama terkait netralitas ASN, kepala desa, dan perangkat desa. Dalam penanganannya, tantangan muncul dari perbedaan tafsir hukum antarinstansi Sentra Gakkumdu serta keterbatasan sumber daya dan infrastruktur di daerah.
“Kami berharap evaluasi ini menjadi dasar pembenahan regulasi dan mekanisme penegakan hukum pemilu. Penanganan pelanggaran perlu disinkronkan antara Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pemilihan agar tidak ada celah tafsir yang menghambat penegakan keadilan,” kata Bagja.
Tak lupa, Bagja juga mendorong perbaikan sistem digital pemilu serta peningkatan kepatuhan antarpenyelenggara terhadap rekomendasi pengawas. Ia menegaskan, refleksi terhadap pengalaman Pilkada 2024 menjadi bagian penting dari proses pembelajaran demokrasi untuk mewujudkan pemilihan yang semakin berintegritas dan menghormati hak pilih warga negara.
Rapat evaluasi nasional yang digelar oleh KPU ini mempertemukan seluruh pemangku kepentingan kepemiluan, termasuk Bawaslu, Kemendagri, DKPP dan lembaga lain, guna memperkuat koordinasi dan meningkatkan profesionalitas penyelenggaraan pemilihan di masa depan. (*)














