BUKITTINGGI, HARIANHALUAN. ID – Bawaslu Bukittinggi menggandeng generasi milenial untuk pengawasan partisipatif pada Pemilu Tahun 2024 mendatang. Pasalnya, dari data yang diperoleh jumlah pemilih generasi milenial mencapai 60 persen.
Ketua KPU Bukittinggi, Ruzi Haryadi mengatakan, generasi milenial adalah generasi kritis, punya idealisme yang masih murni mampu menjadi motor penggerak dan pengawal pemilu.
“Generasi muda ini bisa menjadi mintra Bawaslu. Kita ketahui bahwa generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang akan menjadi pemimpin beberapa tahun ke depan,” kata Ruzi Haryadi, saat memberi sambutan pada acara diskusi publik yang dihadiri generasi milenial, Senin (13/11/2023).
Sementara itu, anggota Bawaslu Ridwan Afandi dalam dalam diskusi itu menyoroti money politik yang sangat marak saat ini dan telah menjadi budaya di tengah-tengah masyarakat. Jika tidak ada uang tidak akan dipilih.
“Kami berharap kepada generasi milenial dapat merubah cara berpikir masyarakat yang salah tersebut, melalui pendidikan berpolitik setidaknya kepada keluarga terdekat,” kata Ridwan Afandi yang juga menjabat Koordinator Divisi Penangganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa.
Ia berharap generasi milenial dapat menjadi ujung tombak untuk menghasilkan pemimpin yang punya integritas, kapabilitas untuk memimpin negara ini. Generasi milenial jangan hanya diam ketika mengetahui money politik.
Sedangkan, Eri Vatria anggota Bawaslu Bukittinggi meminta partai politik peserta pemilu untuk mengirim saksi di TPS yang memiliki loyalitas dan kapabilitas. Tidak saksi yang mengharapkan honor saja.
Menurut Eri, para saksi di TPS itu memiliki peran yang sangat penting untuk mengamankan suara calon dan calon peserta lainnya.
“Untuk itu, para saksi ini perlu dibekali tentang pengawasan mulai dari luar TPS sampai ke dalam TPS,” ujar Eri Vatria Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat.
Hadir sebagai narasumber Dosen UIN Imam Bonjol Padang, Muhammad Fauzan Azim dengan tema diskusi “Kampanye dan Pengawasan Pemilu”.
Menurut Fauzan Kampanye di dalam kampus sesuai aturan pemilu sekarang ini bukan sesuatu yang dilarang. Namun dengan catatan terpenuhi semua syarat yang diatur undang-undang.
“Peserta pemilu tidak boleh membawa atribut kampanya ke dalam kampus dan yang penting mendapat izin dari penanggungjawab tempat. Namun kampanye di dalam kampus atau sekolah akan terkait dengan netralitas ASN,” katanya.
Ia menjelaskan, netralitas ASN perlu dipertanyakan jika alumni kampus yang ikut pemilu berkampanye di kampusnya. “Yang berkampanye di kampus atau sekolah pasti alumni yang jadi peserta pemilu. Ada saja ajakan, yang dikatakan ASN, ini alumni kita yang telah sukses. Termasuk pelanggaran,” ucap Fauzan, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Imam Bonjol.
Turut hadir dalam diskusi tersebut, KNPI Bukittinggi, HMI Bukittinggi, IMM Bukittinggi, GMNI Bukittinggi, KAMMI Bukittinggi, PMII Bukittinggi, SEMMI Bukittinggi, KOHATI Bukittinggi, IMMAWATI Bukittinggi, SARINAH Bukittinggi, Kemuslimahan KAMMI Bukittinggi, KOPRI PMII Bukittinggi, BEM UIN Bukittinggi, BEM. Universitas M. Naksir Bukittinggi, BEM UM. Sumbar, BEM. ITBHAS, panwaslu se-Bukittinggi.(*).