Belum Juga Laksanakan Putusan PTUN Soal IG, KPU Pusat Dinilai Lakukan Perbuatan Melawan Hukum

Pakar Hukum Universitas Ekasakti (Unes), Dr. Otong Rosadi, SH., M.Hum

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Meski PTUN Jakarta telah mengabulkan untuk seluruhnya gugatan Irman Gusman melawan KPU yang telah mencoret namanya dari Daftar Calon Tetap (DCT) untuk pemilihan Anggota DPD RI Dapil Sumatera Barat, sebagaimana isi putusan PTUN No. 600/G/2023/PTUN-JKT, namun KPU masih bungkam.

Putusan PTUN dimaksud juga menegaskan bahwa Keputusan KPU Nomor 1563/2023 tentang DCT untuk pemilihan Anggota DPD Sumatera Barat yang tidak mencantumkan nama Irman Gusman itu dinyatakan batal. Putusan PTUN dimaksud juga memerintahkan kepada KPU untuk mencabut Keputusan KPU Nomor 1563/2023 tersebut pada Lampiran III yang tidak terdapat nama Irman Gusman, tapi belum juga dilakukan.

Melihat kondisi itu, Pakar Hukum Universitas Ekasakti (Unes), Dr. Otong Rosadi, SH., M.Hum menyebutkan, sebagai penyelenggara negara (badan atau pejabat), KPU wajib taat dan patuh pada hukum termasuk pada putusan hakim. Sebagai negara yang berlandaskan konsep negara hukum, maka KPU wajib melaksanakan putusan yang diperintahkan kepadanya, termasuk putusan PTUN yang telah mengabulkan gugatan Irman Gusman melawan KPU yang mencoret namanya dari DCT untuk pemilihan anggota DPD RI Dapil Sumbar.

Menurutnya, pembangkangan yang sampai saat ini dilakukan oleh KPU merupakan pelanggaran hukum karena KPU tidak kunjung melakukan eksekusi terhadap putusan PTUN yang berisi gugatan terkait.  “KPU yang menyatakan Irman Gusman tidak memenuhi syarat sehingga KPU mencoret nama Irman Gusman dari DCT merupakan pelanggaran atas (putusan) hukum dan KPU harus mengembalikan lagi hak Irman Gusman sebagai peserta pemilu,” katanya kepada Haluan, Selasa (16/1). 

Jika KPU tetap bergeming atas putusan PTUN, ia katakan bahwa prinsip yang terlanggar dalam kasus tersebut adalah prinsip negara hukum. Karena salah satu unsur dari negara hukum itu adanya kejelasan akan putusan pengadilan apalagi dalam konsep hukum Indonesia yang cenderung kontinental (Civil Law Tradition). 

“Ini merupakan salah satu keterikatan kita kepada putusan peradilan tata usaha negara. Prinsip yang utama dalam kasus ini adalah KPU tidak menghormati konsep negara hukum. Konsep negara hukum yang dimaksud bahwa semua penyelenggara negara harus taat pada hukum ketika ada putusan pengadilan harus dilaksanakan,” kata Otong, yang pernah jadi Sekretaris Tim  Panitia Seleksi Komisioner KPU Sumbar periode 2023-2028, ini.

Secara prinsip, katanya, KPU sudah melanggar konsep negara hukum dengan melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat negara (Onrechtmatige Overheidsdaad) dalam hal ini pejabat administratif negara, maka pihak yang dirugikan harus melakukan gugatan terhadap pelanggaran tersebut.  “Kemana gugatan ini akan dilayangkan ke PTUN lagi? Ini tentu pusaran tak berujung, tak ada kepastian hukum, maka akan tercipta sebuah labirin yang tidak berkesudahan,” tuturnya. 

Dikatakannya, ketika putusan PTUN tidak dilaksanakan, maka pihak yang dirugikan melakukan gugatan perbuatan melawan hukum keperdataan. Dalam hal ini, pihak Irman Gusman menerima kerugian materil. Pihak yang dirugikan bisa melakukan gugatan atas perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata ke PN Jakarta.

 “Ini merupakan prosedur atau jalan hukum dan pencarian keadilan lain yang bisa ditempuh oleh Irman Gusman meskipun ada problem terkait kompetensi peradilan jika Hakim berpendapat ini murni problem sengketa administrasi,” ujarnya

Kemudian prosedur hukum lain yang bisa ditempuh oleh Irman Gusman adalah melaporkan tindakan KPU yang tidak mengindahkan putusan PTUN kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai pelanggaran kode etik pemilu.  “Mekanisme lain tidak mungkin ditempuh lagi. Kalau misalnya ini digugat terkait tindakan administratif, tidak mungkin. Karena dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 hanya satu saja mekanisme yang bisa ditempuh, yaitu ke DKPP. Konsekuensi pada KPU majelis tim pemeriksa akan memeriksa, hasilnya disampaikan ke DKPP. Putusannya, KPU yang melanggar etik bisa dijatuhi sanksi ringan seperti peringatan hingga sanksi berat pemberhentian dari jabatan,” ucapnya.

Di sisi lain, secara administrasi pemerintahan, menurutnya, KPU bisa saja dilaporkan kepada atasannya karena tidak menjalankan putusan PTUN. “Namun, siapa atasan langsungnya? Presiden RI sebagai Kepala Pemerintahan. ini juga menimbulkan komplikasi hukum. Karena itu tak ada jalan lain selain melaksanakan putusan. Jika tetap tidak dilaksanakan oleh KPU, maka pihak Irman Gusman lapor ke DKPP,” tuturnya.

Ikuti Arahan KPU Pusat

Sementara itu, Komisioner KPU Sumbar, Ory Sativa Syakban, mengatakan, pihaknya telah bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggaraan pemilu di KPU Sumbar.  “Sebenarnya soal putusan dan sikap KPU RI, tentu KPU Sumbar tidak bisa mengomentari karena hakikatnya dilakukan oleh KPU RI,” ujar Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Sumbar itu kepada Haluan Selasa (16/1) di Padang. 

 Ory Sativa Syakban mengatakan, pihaknya baru-baru ini meminta arahan terkait dengan berbagai pihak yang bertanya apakah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tentang Irman Gusman ditindaklanjuti oleh KPU RI. “Maka kita hanya diarahkan menjawab soal kewenangan. Jadi, kewenangan soal eksekusi adalah KPU RI dan KPU Sumbar hanya mengikuti putusan dan arahannya KPU RI,” katanya. 

Lebih jauh Ory Sativa Syakban menyampaikan, terkait adanya pakar hukum yang mengatakan akan ada berpotensi untuk pemilu ulang untuk DPD RI, pihaknya tidak mengetahui ada atau tidaknya pemilu ulang tersebut. Namun, yang dirinya ketahui di antaranya pemungutan suara ulang, pemilu susulan dan pemilu lanjutan dengan berbagai macam definisi.

 “Tapi kalau pemilu ulang kami belum mengecek, dan sebenarnya tidak etis juga saya mengomentari perihal ini. Sebab yang dikomentari putusan atau sikap yang diambil KPU RI. Pada intinya kami di KPU Sumbar mengikuti arahan KPU RI,” ucapnya. 

Terpisah, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumbar, Muhammad Khadafi, mengatakan, apa yang membuat KPU tidak memasukkan Irman Gusman ke dalam DPD RI, Bawaslu tentu mengawasi semua yang menjadi pekerjaan di setiap tahapan yang dilakukan oleh KPU.

“Misalnya tahapan di KPU itu mengatakan dimasukkan tentu kami akan mengawasi. Karena keputusan DPD tersebut ada di KPU RI. Apa yang menjadi pekerjaan teman-teman kita di KPU, baik itu teknis dan non teknis di semua tahapan pemilu itu menjadi domain yang harus kita lakukan pengawasan,” katanya. 

Kemudian, jika dianggap salah prosedur dan lainnya tentu Bawaslu akan menyampaikan bahwa ini salah, maka dilakukan langkah-langkah pencegahan. “Inilah yang bisa Bawaslu lakukan. Karena memang putusan tersebut berada di KPU RI, kami di provinsi mengikuti putusan tersebut. Jika dimasukkan kami masukan, jika tidak ya tidak. Kami Bawaslu pada hakekatnya mengawasi teman-teman KPU,” ucapnya. (h/fdi/mg-ipt)

Exit mobile version