Menurut tokoh muda pemerhati politik dan demokrasi ini, Keretakan hubungan antara Bupati dan Wakil Bupati Limapuluh Kota dalam beberapa dekade terakhir, sering kali terjadi karena salah satu diantaranya memiliki kecenderungan untuk mendominasi.
Hal ini, berulang kali terjadi pada saat penunjukkan kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang secara aturan perundang-undangan menjadi kewenangan penuh Bupati selaku kepala daerah.
“Nah kadang kala Wakil Bupati sebagai orang ke dua, merasa berhak pula mengotak atik susunan SKPD. Sebab ia merasa paling banyak mengeluarkan logistik pada saat kampanye sehingga memainkan peran lebih. Hal-hal seperti ini harus dicegah Parpol sejak masa pencalonan dengan memilih calon yang tidak punya beban tersebut,” ucapnya.
Apalagi, dalam realitas politik di berbagai daerah saat ini, faktor kekuatan logistik, memang menjadi pertimbangan utama Parpol untuk memilih calon Bupati dan Wakil Bupati. Sebab cukup mustahil memenangkan Pilkada tanpa dukungan logistik yang kuat.
Artinya, pada Pilbup 2024 nanti, sudah menjadi keharusan bagi masyarakat pemilih di Kabupaten Limapuluh Kota untuk memberikan mandat kepemimpinan bagi pasangan kandidat calon yang tidak punya beban dosa politik masa lalu.
“Saya kira masyarakat pemilih di Kabupaten Limapuluh Kota hari ini sudah terlalu cerdas. Mereka sudah bisa membedakan pasangan Bupati atau Wakil Bupati mana yang benar-benar fokus mengurus rakyat dan daerah. Bukannya malah sibuk berkelahi di tengah jalan,” pungkasnya. (*)