PADANG, HARIANHALUAN.ID – Satu bulan lebih kurang menjelang dimulainya tahapan pendaftaran pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang akan berlaga di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, suhu perpolitikan Sumatera Barat (Sumbar) dan 19 Kabupaten Kota lainnya masih cenderung datar dan belum mengalami dinamika yang berarti. Meski para bakal calon telah muncul lewat baliho dan billboard, namun belum banyak yang berani deklarasi dan masih menakar kandidat bakal pasangan untuk bertarung di Pilkada 2024 mendatang.
Di tingkat provinsi misalnya, bursa kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur masih belum banyak kandidat. Pertarungan politik menuju perebutan kursi orang nomor satu di Sumbar itu, sejauh ini masih diprediksi paling banyak akan diikuti oleh dua pasangan calon. Yakni pasangan Mahyeldi Ansharullah dan Vasco Rusaemi yang telah dideklarasikan poros Gerindra-PKS, serta satu-satunya figur Calon Gubernur (Cagub) penantang, yakni Epyardi Asda yang akan segera mengumumkan pasangannya dalam waktu dekat.
Tak hanya di provinsi, kondisi yang sama juga terpantau di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sumbar. Seperti, Kabupaten Lima Puluh Kota, dimana di daerah itu, sampai saat ini setidaknya sudah ada dua kandidat pasangan calon yang sudah menyatakan kesungguhan akan berlaga melawan sang Bupati Petahana Safaruddin Dt Bandaro. Kedua pasangan calon yang telah memastikan diri akan berlaga di Pilbup Luhak Nan Bungsu itu, diantaranya adalah pasangan kandidat perseorangan independen Non Partai, Ferizal Ridwan – Dedi Henidal, serta pasangan Deni Asra- Riko Febrianto. Sementara sisanya, Rizki Kurniawan politisi Nasdem, Irfendi Arbi mantan bupati, Darman Sahladi politisi Demokrat, Dodi Delvi politisi PAN, Syafni Sikumbang pengusaha dan Edward pensiunan ASN masih belum deklarasi.
Selain Lima Puluh Kota, Ibu Kota Provinsi, Kota Padang juga cukup ramai para kandidat yang muncul meski belum banyak yang berani deklarasi. Sejauh ini baru Hendri Septa – Hidayat dan Fadly Amran – Maigus Nasir. Sementara kandidat lainnya, Ekos Albar, Sofia Laurent, M. Iqbal, Alkudri, Herman Anwar, dan Syafrial Kani masih belum deklarasi.
Di Kota Payakumbuh juga seperti itu. Dari catatan Haluan ada tujuh yang akan maju seperti, Almaisyar yang pengusaha jasa asuransi, Yb Dt Parmato Alam politisi Partai Golkar, Supardi politisi Partai Gerindra, Erwin Yunaz politisi Partai NasDem, Zulmaeta dokter kandungan, Joni Hendri pengusaha alat kesehatan dan Ahmad Ridha politisi Nasdem/anggota DPRD. Dari para bakal calon itu belum satu pun yang deklarasi.
Di Pasaman Barat (Pasbar) ada 14 yang disebut bakal maju diantaranya, Hamsuardi petahana, Risnawanto wakil bupati, Yulianto, Daliyus K, M Ihpan, Heri Miheldi, Erianto, Muhammad Guntara, Decky H Sahputra, Ayat Rahadian, Tuanku Jailani, Tuanku Mustika Yana, Kusnadi Dt Rajo Batuah dan Marta Gunawan. Dari 14 itu belum ada yang maju siap berpasangan dengan siapa ke depannya.
Untuk Padang Pariaman ada Jon Kenedi Aziz dari DPR RI), Rahmat Hidayat, Suhatri Bur, Yosdianto, Iddarusalam, Rahmang, Aminuddin, Aldino, dan Happy Neddy. Sedangkan Kota Pariaman ada Genius Umar, M. Ridwan, Mardison, Mahyuddin dan Yota Balad.
Selanjutnya, Kota Solok dan nama Ramadhani Kirana Putra, Suryadi Nurdal, Nofi Candra, Irzal Ilyas dan Leo Murphy. Tanah Datar ada Eka Putra, Richi Aprian, Suherman, Anton Budiman, Budiman Malano Garang, Ahmad Fadly dan Suir Syam.
Sementara Sijunjung Benny Dwifa Yuswir SSTP,M.SI – H.Iraddatillah S.Pt bakal maju kembali dengan penantang, Ust.Hendri Susanto LC, – Mukhlis SHi yang masih wacana dan belum deklarasi. Solok Selatan yaitu petahana, H. Khairunas dan Yulian Efi. Sementara calon baru, Armen Syahjohan yang saat ini Wakil Ketua DPRD dan Edi Susanto, SE. Dipertuan Tuanku Rajo Malenggang.
Untuk Kota Padang Panjang, Padang panjang Hendri Arnis, BSBA dan Dr. Edwin Anas. Pesisir Selatan ada Hendrajoni, Rusma Yul Anwar yang juga belum ada tanda-tanda akan deklarasi.
Melihat fenomena itu, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menyayangkan minimnya mentalitas petarung politisi Minang zaman sekarang. Sebab kenyataannya, politik itu sangatlah dinamis. Sehingga sudah selayaknya setiap kandidat kepala daerah penantang mempersiapkan diri sebaik-baiknya sejak jauh-jauh hari. “Sebenarnya banyak kemungkinan yang bisa terjadi jika kandidat penantang petahana ini dari awal memang benar-benar mempersiapkan diri,” jelasnya.
Arifki menyebut, kebiasaan politikus di Sumbar cukup berbeda dengan daerah lain. Di daerah lain, para tokoh lokal biasanya berlomba-lomba mendeklarasikan diri jelang Pilkada. Bagi mereka, urusan kalah menang adalah soal belakangan. Yang penting bagi mereka adalah deklarasi. Dengan tujuan masyarakat pemilih atau khalayak tahu bahwa mereka siap untuk berlaga. “Nah, pertanyaannya, apakah memang ongkos politik di Sumbar ini terlalu tinggi? sehingga tidak mudah bagi seseorang untuk menjadi tokoh,” tambahnya lagi.
Menurut Arifki, untuk membentuk ketokohan yang mengakar kuat di masyarakat serta juga elit parpol, seseorang memang harus aktif membentuk branding citra diri. Baik itu lewat media konvensional, maupun media sosial. Dan untuk melakukan itu semua, memang dibutuhkan ongkos politik yang tidak murah.
Oleh karena itu, jika memang seorang politisi punya mental bertarung, mereka seharusnya tidak boleh gentar dengan tingginya survei elektabilitas kandidat petahana. Sebab bagaimanapun, figur kandidat petahana bukannya sosok politisi yang benar-benar sempurna tanpa cacat. Mereka masih memiliki beberapa titik lemah yang semestinya bisa dimaksimalkan kandidat penantang untuk memenangkan pertarungan. “Jika kandidat penantang jeli, sosok petahana sebenarnya juga punya sisi ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerjanya. Nah, apabila penantang paham skema ini, mereka tentu akan bekerja, namun itu tentu butuh biaya, media dan tentu saja konsultan politik,” tegasnya.
Agar bisa memenangkan pertarungan politik melawan kandidat petahana, sambung Arifki, kandidat penantang memang harus bekerja ekstra keras untuk bergerak membentuk atau memperkuat ketokohan sejak jauh-jauh hari sebelum dimulainya Pilkada.
“Jika itu dilakukan jauh-jauh hari tentu itu artinya ada kesempatan dan ruang. Namun di Sumbar, mereka sepertinya cenderung menunggu dahulu baru bergerak. Sementara ini adalah Pilkada. Kalau tidak dikenal dan berbunyi, tentu partai tidak punya respon. Begitupun dengan masyarakat yang tentu akan ragu dia maju atau tidak,” ujarnya.
Oleh karena itu, Arifki menilai bahwa Sumbar hari ini sebenarnya tidak kekurangan tokoh pemimpin ideal yang punya kapasitas luar biasa. Namun begitu, kebanyakan dari mereka terlihat tidak mau berinvestasi dari awal untuk memperkuat citra dan ketokohan di tengah masyarakat.
“Mereka menganggap biaya branding, promosi atau konsultan itu sebagai beban. Padahal sebenarnya itu adalah adalah biaya politik bagi dirinya. Karena tentu tidak mungkin jika seseorang tidak pernah muncul dan dikenal banyak orang. Lalu tiba tiba muncul memaksa menjadi bupati, kan tidak bisa seperti itu,” katanya. (*)