Sumatera Barat Alami Krisis Kepemimpinan di Tingkat Lokal

Founder Lembaga Riset Revolt Institute yang juga Pengamat Kebijakan Politik Universitas Negeri Padang (UNP), Dr Eka Vidya Putra S.Sos, M.Si

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Peneliti Revolt Institute sekaligus Pemerhati politik, Eka Vidya Putra yang sehari-hari bergiat sebagai Akademisi di Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNP menilai, Sumatera Barat hari ini memang mengalami krisis kepemimpinan di tingkat lokal.

Kondisi itu,  menurutnya ditandai dengan hampir tidak adanya satu pun kepala daerah petahana yang dinilai benar-benar berhasil  memaksimalkan otonomi daerah  bagi kemajuan daerah yang dipimpinnya masing-masing. 

“Baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten Kota, defisit APBD dan ketergantungan terhadap kucuran dana pusat hari ini sudah menjadi hal yang biasa. Padahal  konsep otonomi daerah sejatinya  telah menyediakan ruang seluas-luasnya bagi pemerintah daerah untuk memaksimalkan dan mengembangkan segala potensi yang ada di daerah untuk melaksanakan pembangunan,” ujarnya kepada Haluan Selasa (23/7).

 Eka Vidya menyebut, stagnasi pembangunan serta pertumbuhan ekonomi yang dialami Sumbar dan rata-rata  kabupaten/Kota lainnya saat ini,   merupakan akibat dari  ketidakmampuan elit pemerintah daerah dalam memanfaatkan peluang otonomi daerah.

Kondisi itu, diperparah lagi dengan realitas sistem kepemiluan Indonesia saat ini yang hampir bisa dikatakan tidak mungkin  melahirkan figur-figur pemimpin yang cerdas dan mampu menjalankan  visi pembangunan daerah tanpa adanya bantuan politik uang. 

“Sistem pemilu kita saat ini hanya melahirkan sosok-sosok politisi yang mengajarkan rakyat menjadi pengemis. Politisi seperti ini, dengan bangganya mengungkapkan keberhasilan bahwa ia telah bisa membawa proyek pembangunan dari Jakarta ke Sumbar,” ucapnya.

Bagi Eka Vidya, mengemis-ngemis proyek pembangunan ke Jakarta, sebenarnya bukanlah sebuah strategi pembangunan daerah yang baik dan patut dipuji-puji keberhasilannya setinggi langit.

 Apalagi kenyataanya, dana yang dikumpulkan pemerintah pusat untuk menjalankan proyek pembangunan itu, adalah dana yang justru juga berasal dari daerah sendiri. Daripada mengemis proyek ke pusat, sambung dia, akan lebih cerdas lagi jika strategi yang dilakukan kepala daerah adalah berupa program pengembangan investasi atau mengundang investor ke daerah.

“Jadi apa hebatnya Anggota DPR-RI yang hanya mengantarkan dana aspirasi ke daerah itu?. Jadi inilah yang membuat kita gagal menjadi daerah maju. Karena tolak ukur maju dan hebat yang kita gunakan, ya adalah seberapa hebat dan canggih kemampuan sang anggota dewan mengemis dana ke pusat,” ucapnya 

Eka Vidya menegaskan, jika Sumatera Barat dipimpin oleh para pemimpin yang cerdas, pembangunan daerah pasti akan tetap bisa berlanjut dalam kondisi dan situasi politik apapun.

 Lebih keras lagi, ia bahkan mencontohkan bagaimana perjuangan tokoh-tokoh negarawan hebat Minang masa lalu seperti halnya Agus Salim dan kawan-kawan dalam membangun Sumbar pada saat umur kemerdekaan Indonesia baru seumur jagung.

“Tokoh-tokoh kita dahulu seperti Agus Salim dan kawan-kawan, lawan negosiasinya itu bukan Jakarta. Tapi penjajah. Berhasil juga kok mereka. Nah ini kita sekarang negosiasi dengan bangsa sendiri saja begitu sulitnya. Makanya saya katakan tadi bahwa Sumbar hari ini sedang mengalami krisis kepemimpinan,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version