Sebelumnya Emma Yohanna mengatakan, imbas dari PSU tersebut, sekitar 300 ribu suara
yang ia dapatkan pada Pileg 2024 lalu menjadi
terbuang percuma.
“Hanya karena ambisi pribadi seseorang, lalu diadakanlah PSU ini. Setahu saya ini bukan PSU, tapi pemilu ulang namanya. Kalau PSU hanya di beberapa tempat atau Tempat Pemungutan Suara (TPS), namun ini dilaksanakan di 19 kabupaten/kota se-Sumbar, ini yang saya sayangkan,” katanya, kemarin.
Emma menghormati hasil dari PSU yang masih menempatkan empat nama teratas selain dirinya, yakni Cerint Iralloza Tasya, Muslim M
Yatim, Jelita Donal dan Irman Gusman. Meskipun demikian, dirinya menunggu hasil pasti dari KPU.
“Namun, PSU ini merugikan kami, karena kami tidak diperbolehkan berkampanye. Hal ini
merugikan seluruh peserta pemilu DPD sebelum adanya PSU ini. Lalu tiba-tiba, masuk
lagi orang yang sebelumnya tidak terdaftar dan
kemudian ikut dalam kontestasi pemilihan,”
katanya.
Selain itu, Emma juga menyoroti minimnya sosialisasi PSU yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yakni KPU. Dengan anggaran PSU ini, KPU harusnya bisa lebih maksimal lagi melakukan sosialisasi terhadap pelaksanaan PSU DPD Sumbar.
“Bahkan, hingga hari pencoblosan masih ada masyarakat yang tidak mendapatkan undangan untuk mengikuti PSU DPD RI. Anggaran sebanyak itu jika digunakan untuk pos pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur,” katanya.
Kemudian, sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Sumbar tidak menyeluruh dan kurang optimal dengan hanya memberikan surat undangan serta kertas spesimen daftar calon anggota DPD RI.