BUKITTINGGI, HARIANHALUAN.ID– Ribuan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga Kota Bukittinggi, Sumatra Barat, dicatut untuk mendukung Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) wali kota jalur perseorangan Independen atas nama Ir. Novil Anoverta dan Frisdoreja S,Sn, M.Sn.
Sejumlah warga Kota Bukittinggi mengaku tidak pernah memberikan dukungan kepada satupun Bapaslon Wali Kota Bukittinggi yang hendak maju lewat jalur perseorangan Independen.
Namun saat di cek di website https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilihan/cek_pendukung. NIK mereka ternyata telah terdaftar begitu saja sebagai pendukung kandidat yang tidak mereka kenal.
“Saya tidak pernah didatangi satu orang pun timses Pilkada atau menyerahkan KTP kepada kandidat manapun. Aneh sekali, NIK saya terdaftar begitu saja,” ujar Vesco Davian, Jurnalis Harian Haluan perwakilan Bukittinggi yang ikut menjadi korban.
Vesco menyebut, penyalahgunaan data pribadi untuk keperluan politik itu, tidak hanya dialami dirinya seorang. Sejumlah anggota kerabat dan rekan kerjanya yang lain juga ikut menjadi korban.
“Setelah di cek, NIK Istri, adik, ayah dan teman saya lainnya juga didaftarkan sebagai pendukung dengan ajaib. Ini namanya pencurian data pribadi,” ucapnya.
Hal serupa disampaikan Munawarah, warga Kota Bukittinggi lainnya, Ia mengaku terkejut setelah mengecek kanal resmi yang disedeiakan KPU untuk mengecek status dukungan politik bagi kandidat perseorangan.
Warga Mandiangin ini juga mengaku tidak pernah mengenal Novil Anoverta dan Frisdoreja. Apalagi memberikan dukungan politik dengan menyerahkan KTP agar kedua orang ini bisa maju menjadi Calon Walikota (Cawako) Bukittinggi dari jalur independen perseorangan.
“Jangankan memberikan dukungan, nama kedua orang itu saja saya baru dengar. Saya tidak pernah didatangi satu orang pun timses, menyerahkan KTP atau sebagainya,”jelasnya.
Munawarah mengaku, dirinya sempat mencoba membatalkan dukungan itu lewat mekanisme yang juga tersedia di situs resmi KPU. Namun begitu, prosedur pembatalan dukungan sungguh ribet dan rumit.
“Untuk membatalkan harus unggah foto selfie dan banyak sekali dokumen. Ini kan aneh, NIK tiba-tiba saja bisa dicuri dan diklaim. Sementara pembatalannya sulit dan ribet. Ini jelas pencurian data dan pembajakan terhadap demokrasi,” pungkasnya.
Kasus pencurian data pribadi demi kepentingan politik Pilkada 2024 seperti ini, juga dilaporkan terjadi di DKI Jakarta. Warga Ibukota Protes, NIK mereka tiba-tiba terdaftar sebagai pendukung Kandidat Paslon Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Independen atas nama Dharma Pongrekun dan Kun Wardana. (*)