Koalisi KIM Plus Permalukan PDIP di Panggung Pilkada, Picu Manuver DPR Akali Putusan MK 60

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Direktur Eksekutif Aljabar Riset& Consulting Arifki Chaniago menyebut, upaya DPR menganulir atau merevisi putusan MK nomor 60, tidak terlepas dari terjadinya tarik menarik politik ekstrim antara partai-partai yang tergabung dengan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM +) dengan PDIP.

Partai koalisi KIM Plus yang berkuasa hari ini berkepentingan menjaga statusquo persyaratan pencalonan masih tetap seperti sebelumnya. Lewat Badan Legislasi (Baleg) DPR, mereka bermanuver agar putusan MK itu bisa direvisi lewat Mahkamah Agung (MA).

“Sementara PDIP dan parpol non parlemen lainnya, berpatokan kepada putusan MK nomor 60. Ini sangat berkaitan erat dengan Pilkada Jakarta. Dimana saat ini, PDIP terlihat seperti sedang bersiap mendorong pencalonan Anies Baswedan sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta,” ujar Arifki kepada Haluan Rabu (21/8/2024) kemarin.

Arifki menyebut, teriakan penolakan dan kecaman publik atas manuver DPR di Badan Legislasi (Baleg) terkait revisi UU Pilkada memang terdengar begitu kencang di Ibukota dan telah meluas ke daerah lainnya.

Situasi ini, akan menjadi pertaruhan, apakah pressure Massa yang begitu kuat ini akan mampu mempengaruhi pengambilan kebijakan di gedung Senayan esok hari atau tidak.

“Tuntutan massa mengarah ke Baleg DPR, pada konteks ini secara struktural, DPR memang dikuasai koalisi KIM Plus, posisi PDIP memang tidak diuntungkan. Sidang Paripurna esok hari pasti akan berlangsung sengit dan menarik untuk disimak,” jelas dia.

Keputusan yang diambil Baleg DPR RI, kata Arifki, akan membuktikan apakah DPR hari ini mendengar suara rakyat atau tidak. Belajar dari pengalaman sebelum-sebelumnya, para wakil rakyat sangat mungkin tutup telinga dan mengabaikan aspirasi penolakan publik

Ada kekhawatiran para anggota dewan malah tidak akan peduli dengan itu.
Sebab faktanya, mereka baru saja terpilih dan pemilihan masih jauh.

Sehingga apapun keputusan yang mereka ambil pada sidang paripurna nanti, tidak akan berpengaruh banyak pada proses pencalonan mereka berikutnya.

“Pileg baru saja selesai, Anggota DPR sangat mungkin tidak peduli dan mau ambil pusing. Sebab mereka berfikir, nanti masyarakat juga akan lupa dengan sendirinya,” pungkas Arifki.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Putusan itu memungkinkan partai-partai kelas teri non parlemen mengusung kandidat sendiri di pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 mendatang.

Amar putusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK Selasa (20/8/2024) kemarin itu, memberikan harapan baru terhadap jalannya demokrasi Indonesia yang selama ini tersandera aturan Treshold 20 persen yang sebelumnya berlaku.

Pakar Politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi menyebut, putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 telah memberikan secercah harapan atas perbaikan demokrasi Indonesia yang selama ini dibajak Oligarki

“Saya menilai ini adalah putusan yang sangat positif, jangan hanya Demokrasi kita ini dibajak oleh para oligarki. Saya yakin apa yang terjadi di MK saat ini menggambarkan bahwa masih ada kelompok yang memikirkan nasib bangsa ini, “ ujarnya kepada Haluan Selasa (20/8/2024) lalu.

Asrinaldi menegaskan, demokrasi Indonesia tidak boleh terus-terus dibiarkan dibajak oligarki dan menjadi agenda penguasa yang sengaja dibuat seolah-olah menjadi agenda kedaulatan suara rakyat.

Pascaputusan ini, Insititusi Mahkamah Konsititusi beserta para Hakim pengambil keputusan didalamnya, harus kembali ke jati diri awal sebagai benteng terakhir penjaga demokrasi. Mereka harus bertindak berdasarkan hati nurani keadilan dan tidak lagi mudah diintervensi penguasa.

“MK harus kembali ke jati dirinya. Kembali ke hati nurani para hakim, jangan lagi mudah diintervensi. Putusan batas umur Wakil Presiden di Pilpres lalu, perdebatannya memang panjang. Namun bagaimanapoun, itu mengindikasikan ada intervensi terhadap hakim MK,” ucapnya.

Namun begitu, harapan perbaikan kualitas demokrasi Indonesia yang mengapung seiring dibacakannya putusan MK nomor 60 itu, akhirnya kandas usai DPR RI bergelagat melakukan revisi UU Pilkada lewat Badan Legislasi (Baleg).

Manuver wakil rakyat yang ke sekian kalinya itu, akhirnya menuai gelombang kecaman dan protes publik. Berbagai elemen mahasiswa, buruh, organisasi profesi maupun rakyat sipil menyuarakan penentangan dan menyerukan turun ke jalan pada Kamis (22/8/2024) hari ini.

Koalisi Masyarakat sipil menilai para wakil rakyat lagi-lagi telah berkhianat serta lebih rela menjadi penjilat dan pelayan cukong-cukong mafia Politik penguasa yang kian menunjukkan watak otoriter.

Di Sumatra Barat, aksi unjuk rasa direncanakan berlangsung di gedung DPRD Sumbar sekitar pukul 10.00 WIB hari ini. Aksi protes menentang pembegalan demokrasi oleh para wakil rakyat itu ,diikuti ratusan orang peserta aksi yang berasal dari berbagai latar belakang. (*)

Exit mobile version