PADANG, HARIANHALUAN.ID — Bundo Kanduang Sumatera Barat (Sumbar), Prof. Puti Reno Raudha Thaib memandang kemunculan sederetan nama kandidat kepala daerah perempuan di Sumbar pada helatan Pilkada Serentak 2024 ini sebagai bukti nyata bahwa masyarakat Sumbar saat ini masih menganggap kepemimpinan kaum perempuan sebagai suatu yang sakral dan maha penting.
Hal itu, menurutnya, sesuai dengan kenyataan bahwa dalam suatu kaum, perempuan atau bundo kanduang telah diakui sebagai pemilik sah dari segala aset milik kaum, seperti rumah gadang, rangkiang, sawah, ladang, tapian, pandam pakuburan, dan seterusnya.
“Di Minangkabau, perempuan itu diibaratkan sebagai presiden komisaris dalam kaum. Sementara laki-laki adalah direksi yang diangkat oleh komisaris sesuai ranji keturunannya,” ujarnya kepada Haluan, Senin (2/9).
Dalam sistem kepemimpinan tradisional masyarakat Minangkabau, Bundo Kanduang melanjutkan, posisi kepemimpinan perempuan hanya dikecualikan terhadap empat posisi, yakni penghulu, manti, dubalang, dan malin.
Namun menariknya, pengangkatan atau pemberhentian keempat unsur kepemimpinan yang dikenal dengan istilah urang nan ampek jinih ini, justru sangat ditentukan oleh keputusan yang diambil oleh kaum perempuan. “Selain menempati empat posisi itu, bagi masyarakat Minangkabau, tidak ada larangan bagi perempuan untuk memimpin, selama ia sanggup dan memiliki kapasitas,” tuturnya.
Namun sayangnya, ia menilai realitas politik yang berlaku hari ini masih belum memberikan kesempatan bagi kaum perempuan untuk menempati posisi strategis sebagaimana halnya yang berlaku pada kepemimpinan Minangkabau tradisional. “Seperti misalnya pada pencalegan saat ini. Demi memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan, partai politik (parpol) memasukkan sembarangan caleg perempuan saja,” ucapnya.