PADANG, HARIANHALUAN.ID — Kepala Pusat Kearifan Lokal Universitas Negeri Padang (UNP), Wirdanengsih mengatakan, pikiran perempuan hari ini tak lepas dari interaksi zaman yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan lingkungan sosialnya. Perempuan hari ini dibentuk dari era Orde Baru yang membuat mereka berpikir bahwa posisi mereka masih sebagai subordinat atau perpanjangan tangan laki-laki.
Di Minangkabau, katanya, sebenarnya perempuan menduduki posisi yang tinggi dan memiliki kehormatan tersendiri dalam pengambilan keputusan. “Perempuan sebagai bundo kanduang di Ranah Minang memiliki andil dalam pengambilan keputusan di Rumah Gadang. Meskipun pengambilan keputusan oleh bundo kanduang dinilai strategis, namun saat turun ke medan nan bapaneh, tetap laki-laki yang umumnya memiliki peran sebagai penghulu atau ninik mamak,” ujarnya.
Keputusan perempuan selaku bundo kanduang menjadi penting, karena pengambilan keputusan oleh tigo tungku sajarangan tanpa persetujuan oleh unsur bundo kanduang, maka keputusan tersebut tidaklah berlaku.
“Itulah mengapa perempuan di Minangkabau sebelum ini tidak dapat tempat pada pemilihan kepala daerah. Perempuan di Minangkabau masih terikat oleh budaya dan tidak terlepas dari proses mereka bertumbuh di Ranah Minang,” katanya.
Meskipun demikian, ia tidak memungkiri bahwa perempuan di Ranah Minang tetap memiliki kekuatan untuk berpartisipasi dalam dunia politik. Tetapi untuk menjadi yang paling terdepan dan turun ke medan nan bapaneh belum tersentuh, karena budaya Minangkabau yang memahamkan bahwa penghulu dan ninik mamaklah yang menjadi garda terdepan dalam menjalankan roda kepemimpinan.
Kendati demikian, secara hakiki bundo kanduang tetap memiliki hak untuk berpartisipasi dan maju untuk menjalankan roda kepemimpinan. Budaya di Minangkabau tersebut tidak lantas mengharamkan perempuan untuk maju sebagai pemimpin. Bagaimanapun, perempuan juga memiliki posisi yang tinggi di Ranah Minang.