Begitupun dalam pasal 175 PKPU Nomor 10. Juga tidak ditemukan adanya klausul yang menyatakan bahwa peralihan dukungan atau pencabutan dukungan harus dilakukan lewat persetujuan parpol koalisi sebelumnya.
“Berarti tidak ada pengaturan. Bukannya tidak boleh. KPU harus menjalankan ketentuan yang ada. Sekarang ditanyakan saja kepada KPU, apakah ada ketentuan yang luput soal persetujuan parpol koalisi sebelumnya ini,” ucapnya.
Agar keputusan kontroversial KPU Dharmasraya ini tidak menjadi polemik berkepanjangan yang menimbulkan kecurigaan publik, Samaratul Fuad meminta pihak KPU segera menunjukkan kepada publik pasal atau dasar hukum yang mengharuskan pengalihan dukungan parpol dilakukan dengan kesepakatan partai koalisi lama.
“Jika tidak ingin dianggap aneh dan terjadi kongkalingkong, maka KPU harus menjelaskan kepada publik dasar hukum mana yang mereka maksud. Saya tidak melihat penjelasan itu dalam rilis KPU Dharmasraya yang beredar,” katanya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari menduga ada indikasi pengkondisian pilkada melawan kotak kosong yang memang sengaja didesain sejak awal oleh pihak-pihak tertentu.
Upaya terencana itu dilakukan KPU untuk menghalang-halangi penambahan calon peserta pilkada dan mempertahankan terjadinya pilkada melawan kotak kosong di Kabupaten Dharmasraya.