PADANG, HARIANHALUAN.ID — Penolakan pendaftaran Adi Gunawan-Romi Siska oleh KPU Dharmasraya ikut dipertanyakan oleh sejumlah pihak. Tidak sedikit bahkan yang menyoroti sejumlah kejanggalan selama masa perpanjangan pendaftaran kepala daerah di Dharmasraya.
Pemerhati Demokrasi Sumatera Barat (Sumbar), Samaratul Fuad menilai, alasan KPU Dharmasraya menolak pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon) Adi Gunawan -Romi Siska terasa cukup aneh. Berdasarkan ketentuan tugas dan fungsinya, KPU Dharmasraya seharusnya menerima semua berkas persyaratan administrasi pendaftaran yang dimasukkan oleh tim sukses Adi Gunawan-Romi Siska pada rentang waktu pendaftaran normal yang sah.
“Perlu dipahami bahwa ketika pendaftaran, bapaslon tidak otomatis langsung menjadi calon. Masih ada proses verifikasi. Kalau KPU berpendapat bahwa ada salah satu partai politik (parpol) yang mengusungkan dua bapaslon dengan koalisi partai berbeda, kan bisa diperbaiki nanti. Itu hanya soal persyaratan administratif saja,” ujar Majelis Anggota Komisi Independen Pengawas Pemilu (KIPP) Nasional itu kepada Haluan, Kamis (5/9).
Ketika melakukan verifikasi berkas administrasi pendaftaran bapaslon, KPU Dharmasraya seharusnya baru bisa menyatakan bahwa ditemukan adanya dukungan parpol ganda. Dalam hal ini adalah dukungan PKS yang sebelumnya telah terlanjur diberikan kepada pasangan Annisa-Lely (Asli).
Persoalan yang menjadi sumber polemik pada kasus ini, menurut Fuad, adalah tidak adanya pedoman yang jelas soal mekanisme penarikan atau pengalihan dukungan parpol pada masa-masa injury time.
“Dalam PKPU Nomor 8 dan Nomor 10, saya tidak menemukan adanya ketentuan pasal yang mengatur soal peralihan dukungan parpol yang mengharuskan ada kesepakatan dari koalisi partai sebelumnya,” ujarnya.
Begitupun dalam pasal 175 PKPU Nomor 10. Juga tidak ditemukan adanya klausul yang menyatakan bahwa peralihan dukungan atau pencabutan dukungan harus dilakukan lewat persetujuan parpol koalisi sebelumnya.
“Berarti tidak ada pengaturan. Bukannya tidak boleh. KPU harus menjalankan ketentuan yang ada. Sekarang ditanyakan saja kepada KPU, apakah ada ketentuan yang luput soal persetujuan parpol koalisi sebelumnya ini,” ucapnya.
Agar keputusan kontroversial KPU Dharmasraya ini tidak menjadi polemik berkepanjangan yang menimbulkan kecurigaan publik, Samaratul Fuad meminta pihak KPU segera menunjukkan kepada publik pasal atau dasar hukum yang mengharuskan pengalihan dukungan parpol dilakukan dengan kesepakatan partai koalisi lama.
“Jika tidak ingin dianggap aneh dan terjadi kongkalingkong, maka KPU harus menjelaskan kepada publik dasar hukum mana yang mereka maksud. Saya tidak melihat penjelasan itu dalam rilis KPU Dharmasraya yang beredar,” katanya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari menduga ada indikasi pengkondisian pilkada melawan kotak kosong yang memang sengaja didesain sejak awal oleh pihak-pihak tertentu.
Upaya terencana itu dilakukan KPU untuk menghalang-halangi penambahan calon peserta pilkada dan mempertahankan terjadinya pilkada melawan kotak kosong di Kabupaten Dharmasraya.
“Apalagi kita ketahui bahwa ada relasi keluarga istana di Dharmasraya, sehingga mempertahankan calon tunggal itu adalah bagian dari rencana terselubung untuk memastikan keluarga istana berkuasa di daerah seperti Dharmasraya,” katanya.
Meski tidak menyebutkan dengan jelas identitas pihak keluarga istana yang dimaksudnya, namun Feri Amsari menyebut dalih KPU soal adanya mekanisme khusus soal penarikan atau pengalihan dukungan parpol, hanyalah alasan yang dibuat-buat.
Ia menyebut, mekanisme itu tidak dijelaskan dengan gamblang di PKPU, melainkan hanya dituliskan lewat surat edaran (SE) yang notabene kekuatan hukumnya jelas berada di bawah PKPU sebagai pedoman utama aturan pencalonan kandidat kepala daerah.
Salah satu pakar hukum dalam film Dirty Vote itu menyebut, kesewenang-wenangan KPU Dharmasraya menolak pendaftaran paslon Adi Gunawan- Romi Siska Putra ini dapat dilaporkan ke Bawaslu hingga Sentra Penegakan Hukum Pemilu (Gakumdu).
“Kemudian, bisa juga mengajukan gugatan ke PTUN bahwa telah terjadi upaya tindakan di luar wewenang, mencampuradukkan wewenang dan kesewenang-wenangan yang pada dasarnya merupakan kebijakan yang tidak benar dan tindakan tidak masuk akal secara konsep hukum administrasi negara,” katanya.
Feri Amsari juga menyarankan tim hukum bapaslon Adi Gunawan-Romi Siska Putra untuk segera membawa perkara ini ke sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). “Fenomena kotak kosong ini dirancang dengan cara menyingkirkan lawan. Dengan kata lain, hasil atau pemenang pilkada telah ditentukan sejak awal,” tuturnya. (*)