PADANG, HARIANHALUAN. ID — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui Pemerintah Kota (Pemko) Padang telah menetapkan Limau Baronggeh dan Saluang Pauah menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Indonesia.
Tradisi yang ditetapkan menjadi WBTb diharapkan bisa menjadi simbol keunikan bagi setiap daerah yang ada di Kota Padang. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang, Syamdani mengatakan penetapan dua WBTb Indonesia tersebut tertuang dalam SK Kemendikbud Ristek Nomor 446/M/20258 Tahun 2024 yang diterima oleh Gubernur Sumbar diwakili oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumbar pada 16 November 2024 di Jakarta.
“Kita sengaja tidak memunculkan terlalu banyak WBTb Indonesia karena untuk ditetapkan membutuhkan perjalanan yang cukup panjang. Kita perlu melakukan kajian ilmiah terlebih dahulu sementara kebanyakan tradisi kita masih belum memiliki kajian ilmiah. Begitu pula dengan Limau Baronggeh yang awalnya tidak memiliki kajian ilmiah,” ujar Syamdani, Selasa (26/11/2024).
Setiap tradisi yang ada di Kota Padang, sambung Syamdani akan dilakukan kajian ilmiah sehingga bisa diusulkan menjadi WBTb Indonesia secara bertahap agar tradisi yang ada di Kota Padang bisa dilindungi dari klaim pihak lain serta warisan budaya terjaga agar tidak hilang begitu saja.
“Kita melakukan pengusulan tradisi untuk ditetalkan menjadi WBTb Indonesia atas dasar bagaimana agar warisan budaya bisa dilindungi, agar tak bisa diklaim oleh pihak lain. Maka, jika ini sudah dicatatkan secara nasional, maka pihak lain juga tidak bisa asal klaim, kita punya dasar,” ucapnya.
Limau Baronggeh, ujarnya merupakan tradisi yang sudah lama dan dilakukan secara turun-temurun dari Kelurahan Sungai Pisang, Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Tradisi tersebut dilaksanakan satu hari menjelang masuknya bulan suci Ramadan dengan mengarak dulang berisi air perasan limau dan bedak yang memiliki makna yang berbeda.
“Sama halnya dengan tradisi lain yang memiliki keunikan masing-masing. Keunikan Limau Baronggeh terletak pada hiasan daun kelapa berbentuk motif burung yang menyimbolkan keindahan dan spiritualitas. Tradisi ini menjadi simbol pembersihan diri dan jiwa sebelum memasuki bulan suci dan diikuti oleh mamak, kemenakan dan orang tua lengkap dengan pakaian tradisional,” ujar Syamdani.