Aku, Riyuni Indrawati, seorang guru honorer di salah satu SMK swasta favorit di kotaku. Lulusan Universitas Negeri Jakarta, jurusan Administrasi Perkantoran, memiliki sertifikat public speaking dari tempat kursus ternama di Jakarta. Jago Bahasa asing, bernegosiasi pun mahir. Hanya saja, karena takdirku dilahirkan berjenis kelamin perempuan, orangtuaku tidak mengizinkan aku bekerja di kantoran.
Ibu sangat berkeinginan menjadikanku seorang guru. Karena bagi Ibu dan Ayah guru adalah profesi mulia bagi perempuan. Aku sebagai anak tunggal dan semata wayang tentu tak bisa membantah keinginan kedua orangtuaku. Itulah mengapa aku berprofesi sebagai guru meskipun kadang bertentangan dengan keinginan hati.
Suamiku seorang abdi negara polisi RI sering berpindah tugas. Pertemuanku dengan suami saat aku sedang berada di atas kapal ekspedisi perusahaan kawanku, ketika itu aku diminta mendampingi pengiriman barang kebutuhan pendidikan anak-anak ke wilayah Sumatera bagian Sabang tepatnya di Wilayah Aceh. Pak Tengku begitu aku memanggilnya, adalah pengawal di atas kapal tersebut.
Semasa gadis aku agak tomboy, tidak berhijab, rambut ala Lady Diana. Susah menjalin hubungan serius dengan lelaki karena inginnya berpacaran setelah menikah.
Kinanti kawanku yang memperkenalkan kami, karena Adik Tengku adalah suaminya Kinanti. Karena usia kami sudah matang dan sama-sama sudah dewasa dan siap menikah, perkenalannya tak terlalu lama, satu bulan komunikasi lewat maya, bulan kedua dia menikahiku, tentu saja dengan tetap mematuhi prosedur pernikahan ala abdi negara.
Kami juga menikmati honeymoon di atas kapal pesiar dari Sabang sampai pulau Lombok. Selama lima hari. Masihku ingat perlakuan romantisnya padaku, dia melayani apa saja kebutuhanku saat itu. Aku benar-benar dimanjanya. Sampai terucap tanya dari bibirku padanya.