“Dik Yun, aku kangen.”
Deg! Jantungku lansung berdebar tak karuan. Kalau ini sudah diucapkannya, biasanya dia sedang berhajat meminta untuk menunaikan kewajibannya sebagai suami.
“Iya, Bang.” Ucapku lirih.
“Aku juga kangen.”
“Segeralah susul aku, Dik Yuni. Kita pindah sementara dulu ke sini. Sampai misiku selesai.” Pintanya dengan penuh pengharapan.
“Aku terisak, baik Bang. Kupikirkan ulang lagi ya, Bang. Bagaimanapun juga aku tak tega meninggalkan Ibu dan Ayah,” ucapku.
“Dik, kamu tak tega meninggalkan Ibu dan Ayah, atau telah kamu terima tawaran Kinanti bekerja di Perusahaannya?”
Aku kaget dan bertanya-tanya mengapa suamiku sampai tahu rencanaku ini. Dia sangat mendukungku untuk menjadi seorang guru, sama seperti Ibu dan Ayah. Hanya itu profesi yang dia izinkan untukku.
“Kok diam, Dik?”
“Benar ya, firasatku?” Katanya melanjutkan.