Aku gelagapan, entah apa yang harus aku jawab. “Eh..tidak apa-apa, Bang, aku hanya mencerna apa yang Abang tanyakan.” Ucapku tak kalah meyakinkan.
“Apakah nafkah materi dariku masih kurang, Dik?”
“Mengapa Adik masih mau bersusah payah bekerja?”
“Pikirkanlah masa depan rumah tangga tangga kita, Dik Yuni, tidakkah Adik ingin memiliki keturunan dari benihku sebagaimana niat dan cita-cita awal pernikahan kita dulu?”
Susulah aku segera ke Aceh karena aku ingin tetap memilikimu sampai akhir hayatku. Kutunggu Adik turun dari kapal honey moon kita dulu di dermaga kerinduanku.
Aku semakin terisak, perasaan berdosa dan bersalah menyelimuti tubuhku sehingga air mata menganak sungai keluar dari mataku. Dalam isak tangisku bertanya, “Masih adakah kapal itu di dermaga Bang menungguku membawaku ke pelukanmu?”
“Tunggu aku Bang, aku akan mendampingimu di manapun Abang berada.”