Kearifan dan Tahta Tanpa Siksa

Pinto Janir

Pinto Janir

KETIDAKARIFAN  itu bagai halaman tanpa pagar, bagai rumah tanpa pintu. Ketika dimasuki, ia gampang dirasuki.

Kebijaksanaan tanpa kearifan semamang pantun tanpa diksi. Ada bunyi, tapi tak berisi.

Orang yang tak peduli pada alam tak akan pernah berintuitif.  Karena, intuitif bermula dari kecerdasan imajinatif.

Alat utama dari kecerdasan imajinatif adalah otak dan hati. Otak memproduksi pikiran. Hati memproduksi perasaan.

Pikiran dan perasaan adalah tempat atau ruangnya alam yang beralam. Bukan alam dalam kelam. Tapi,  adalah alam  dalam kalam nan sabana kalam.

Kearifan itu alamnya alam. Maqom kearifan itu ” paham”. Pahamnya, paham !

Sedang  maqom kebijaksanaan adalah ” tahu/pengetahuan” dan mengerti dengan pengertian.

Kebijaksanaan belum tentu kearifan. Kearifan berneraca keserasian, keharmonisan dan keadilan. Kearifan adalah jalannya akal. Kebijaksanaan adalah jalannya  pikiran.

Jalan pikiran dan jalan akal itu berbeda. Jalan pikiran berkaji butuh dan ingin. Butuh dan ingin belum tentu sampai pada jalan kebenaran.

Namun, jalan akal berkaji

“benar” . Adatnya; sampai.

Jalan pikiran semamang

” tontonan ” .

Jalan akal semamang

” tuntunan”.

Tontonan mainan raga, tuntunan mainan jiwa.

Lalu…

Hidup itu apa?

Ya, hidup bagiku adalah keputusan.

Mengapa?

Karena hidup itu adalah soal dua saja, Tuhan bertanya, manusia menjawab !

Hidup adalah keputusan.

Keputusan yang apa?

Keputusan yang arif!

Keputusan yang bagaimana?

Keputusan yang kita niscayai dapat mengantarkan “ruh” pada tahta tanpa siksa!

Catatan budaya; Pinto Janir

Exit mobile version