Menurut Arief Joko Wicaksono, dalam buku kumpulan puisi “Iga, Rindu Tanah Plasenta” karya Syarifuddin Arifin ini kreatifitas selalu mencari.
“Merambah ke wilayah-wilayah baru, majas dan diksi harus mencari hal-hal segar dari pendahulunya,” katanya lagi seraya memberikan sedikit rekam jejak Syarufuddin Arifin pada sekitar tahun 1980 aktif sebagai anggota “Bengkel Sastra Ibukota” bersama Prof.Dr.Wahyu Wibowo dan juga dikenal sebagai penyair tingkat ASEAN.
Sebelum tanya jawab dengan peserta-sebagian adalah para penyair yang sudah dikenal- moderator Jimmy S Johansyah mengatakan pembanding Prof. Dr. Wahyu Wibowo dalam hal ini mencoba untuk ‘spesifikasi’ bahwa buku antologi puisi tunggal karya Syarifuddin Arifin sebagai abad romantisme.
Dalam buku ini secara garis besar menurut Wahyu Wibowo, Syarifuddin Arifin menulis puisi romantik dengan beberapa faktor pengaitnya. Apa itu persoalan emosi, imaji, atau intuisi. Juga sempat disinggung penyair-penyair angkatan lama. Seperti Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Sutan Takdir Alisjahbana.
“Saya sendiri tidak tahu apa tanda yang ingin disampaikan oleh Mas Wahyu Wibowo khususnya kepada kita semua tentang pandangan tersebut.
Saya coba lemparkan ke para peserta forum diskusi ini. Terserah apa ada yang ingin menampik, menambahkan ataupun akan setuju kepada pendapat pemantik dan pembanding ini,” ucap Jimmy S.Johansyah.
Syarifuddin Arifin penulis buku antologi puisi “Iga, Rindu Tanah Plasenta” dalam wawancara dengan penulis di kolong flyover, Minggu malam (3/9/2023) mengatakan sangat mengapresiasi acara sastra sederhana di sebuah kolong jembatan layang (flyover) Jln. Arief Rahman Hakim, Depok Baru, Jawa Barat.