Ditambahkan oleh Tatan Daniel, seharusnya negara bisa memberikan penghormatan atau pemuliaan, semisal, kepada seorang Arief Joko Wicaksono atau seorang Adri Darmadji Woko yang secara sukarela menyisihkan uang dan ruang untuk koleksi buku-buku tersebut.
Marlin Dinamikanto pada kesempatan wawancara dengan penulis menegaskan bahwa sastra itu tak bisa hanya diserahkan kepada komunitas per komunitas kalau mau berkembang.
“Sastra memang harus dikelola negara. Sekarang kita desak negara. Juga harus ada gerakan-gerakan di komunitas sastra itu sendiri,” pesannya.
Marlin Dinamikanto mengatakan lagi paradigma menteri sekarang kalau enggak ikuti kapitalisme yang berkembang akan banyak mengalami kesusahan.
“Produk-produk pendidikan tak akan terserap ke pasaran kerja. Kita sebenarnya sudah mewakafkan diri sebagai bangsa skrup yakni skrup-skrup kapitalisme. Kita cuma bagian dari bagian kapitalisme, tetapi bukan yang punya ide.Yang punya ide itu adalah kebebasan berfikir, termasuk menulus bagian atau wujud dari kebebasan berfikir. Ini merupakan ekspresi yang paling gampang dilacak jejaknya, ya, menulis itu.
Menjawab pertanyaan penulis mengapa pemerintah sekarang lebih fokus memperhatikan karya seni musik ketimbang sastra?