Pun dalam kaitannya pada adat dan budaya Minangkabau, “limpapeh” lebih merujuk kepada perempuan Minangkabau yang beranjak dewasa untuk kemudian menjadi tumpuan tanggung jawab di dalam menjaga garis keturunannya, sebagaimana dalam turunan kekerabatan Minangkabau yang berpijak pada sistem matrilineal.
“Kadang disebut juga “amban puruak” yang menandakan bahwa perempuan si limpapeh ini menguasai semua harta pusaka milik kaum, sehingga limpapeh itu disimbolkan dengan lambang kekuasaan di rumah gadang atau kaum yang semuanya itu diperankan oleh seorang bundo kanduang atau mandeh sako,” katanya.
Inilah yang kemudian menjadi titik tolak hadirnya Limpapeh: Festival Matrilineal Kampung Adat Saribu Gonjong “Mandeh Sako di Rumah Gadang”. Meski dalam pengetahuan dasar telah dijelaskan, tapi melalui festival ini diharapkan dapat mengulik kembali nilai-nilai itu sebagai pengetahuan yang tetap berkelanjutan, di mana menjemput pengetahuan yang tertinggal itu dirasa perlu untuk bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya, terlebih bagi masyarakat setempat sebagai pelaku budayanya sendiri.
Menggagas “Mande Sako di Rumah Gadang”
Kampung Adat Saribu Gonjong yang terletak di Sungai Dadok Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunuang Omeh ini dikenal dengan istilah Kampuang Sarugo. Kampung adat ini merupakan kampung tertua di Nagari Koto Tinggi. Kampuang Sarugo ini memiliki 29 rumah gadang dengan lima gonjong yang berjejer rapi menyerupai posisi saf salat dengan menghadap ke arah masjid.
Rumah gadang dengan masjid ini juga menandakan keterhubungan yang erat antara adat dan agama. Rumah gadang yang berjumlah 29 itu juga terdiri dari 29 nama dengan ragam suku yang mendiaminya. Secara historis penduduk di Sungai Dadok ini merupakan pendatang yang berasal dari Maek, Baruah Gunuang, dan Sungai Naniang.
Kampuang Sarugo masih memiliki sistem matriarkat yang kuat dalam penerapannya hingga kini. Sehingga kata “limpapeh” yang mengacu kepada bundo kanduang atau mandeh sako tetap menjadi lambang tertinggi dalam suatu kaum atau suku di Minangkabau.
Pentingnya perananan bundo kanduang dalam Minangkabau setidaknya terlihat dari lima mamangan yang telah menjadi penurunan nilai dan tingkah laku bagi seorang perempuan di Minangkabau, yaitu “Limpapeh Rumah nan Gadang, Umbun Puruik Pagangan Kunci”, “Pusek Jalo Kumpalan Tali”, “Sumarak dalam Nagari”, dan “Ka Unduang-unduang ka Madinah, Ka Payuang Panji ka Sarugo”.