PADANG, HARIANHALUAN.ID – Pemerintah tengah mempersiapkan pembangunan perumahan melalui program 3 juta rumah, yang akan dimulai tahun 2025 ini.
Pembangunan ini bertujuan untuk membantu generasi Z atau Gen Z yang diprediksi akan kesulitan memiliki rumah dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya.
Salah satu penyebabnya adalah situasi ekonomi pasca pandemi yang memengaruhi kemampuan Gen Z untuk memiliki rumah sendiri.
Ketua Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (Apernas) DPW Sumatera Barat, Yerno Arsel menyampaikan bahwa pemerintah sudah mempersiapkan program 3 juta rumah secara matang dan akan berupaya membuat skema pembiayaan rumah untuk para generasi muda.
Ia menyebut, saat ini pemerintah sedang menyiapkan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk kredit jangka panjang hingga 30 tahun.
“Bagaimana skema FLPP maupun skema nantinya untuk kredit jangka panjang, mungkin dengan tenor bahkan sampai 30 tahun, yang nantinya tentunya bisa dimulai dengan cicilan yang sangat rendah,” ujar Yerno Arsel yang salah satu pengusaha muda bidang Property di Sumatera Barat itu, Minggu (5/1) di salah satu cafe di Kota Padang.
Lebih lanjut, Yerno Arsel mengungkapkan bahwa harapannya melalui skema tersebut generasi Z dapat membeli rumah impian dengan cicilan yang rendah.
Menurutnya, cicilannya di bawah 2 juta atau bahkan di bawah 1 juta merupakan angka yang ideal untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Selain itu, upaya yang sama juga tengah dilakukan untuk daerah-daerah di luar perkotaan besar.
Baik dari sisi biaya pembangunan perumahannya maupun dari sisi biaya kreditnya serta biaya pinjamannya agar dapat mencapai harga yang paling murah.
Kendati demikian, Yerno Arsel menegaskan bahwa dari sisi pembiayaan, tentu kita meminta suport penuh kepada pihak perbankan, sebagai pihak mitra penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam pembiayaan rumah subsidi maupun non subsidi.
Yerno Arsel juga meminta kepada pemerintah daerah, untuk mengkaji ulang tentang penetapan Perda RTRW, karena banyak kawasan-kawasan masuk dalam zona yang dilindungi seperti kawasan LSD dan LP2B yang tidak dapat dialih fungsikan.
Hal ini bisa menjadi penghambat dalam program 3 juta rumah. Karena pihak pengembang sering kali terhalang karena hal itu.
“Iya setidaknya lahan Hortikultura atau kawasan pertanian tanaman pangan mestinya dapat dialih fungsikan, karena banyak ditemui dilapangan, kawasan itu memang betul-betul tidak produktif lagi untuk jadi kawasan pertanian, karena tidak ada irigasi dilokasi itu. Tapi malah pemerintah daerah menetapkan kawasan itu tidak dapat izin menjadi pemukiman,” bebernya.
Lebih lanjut, Yerno Arsel menjelaskan, bahwa pemerintah kabupaten/kota perlu melibatkan pihaknya selaku pengembang dari developer, agar bisa bersama-sama dalam mengkaji hal itu.
“Pemerintah daerah janganlah kaku dalam hal ini, sehingga tidak berani ambil tidakkan kebijakan untuk mengalih fungsikan hal itu. Janganlah masyarakat sendiri dijadikan korban yang dirugikan, karena kita tahu, dengan pemerintah daerah banyaknya menetapkan kawasan pertanian, tentu ada kepentingan pemerintah terkait meraut keuntungan dalam bantuan dana pertanian dari pemerintah pusat,” pungkasnya. (*)