Anomali cuaca ekstrem ini membuat zat-zat atau racun-racun dari dasar naik kepermukaan. Sehingga menyebabkan ikan kehilangan keseimbangan dan mencelakai ikan hingga akhirnya mati.
“Cuaca ekstrem memang membawa ancaman kematian massal ikan. Sebelum ikan mati, wilayah Maninjau memang dilanda angin kencang. Angin kencang dapat menyebabkan terjadinya pembalikan massa air atau memicu uppweling,” ucap Rosva.
Rosva mengimbau agar pembudidaya nantinya mengangkat bangkai ikan dan menguburkannya di darat. Bukan membuang ke badan danau yang akan membuat kondisi air danau semakin tercemar.
Selanjutnya, guna menghindari kerugian yang lebih besar, pembudidaya diimbau untuk memanen ikan lebih cepat atau segera memindahkan ke kolam penampungan. Ini dinilai merupakan langkah taktis penyelamatan ikan dari lokasi budidaya di saat cuaca buruk.
Jauh-jauh hari, kata Kadis, DKPP Agam juga telah melayangkan surat bernomor 500.5.3.3/435/DKPP/2024 perihal prediksi cuaca ekstrem dan upaya pencegahan kematian ikan di Danau Maninjau ke nagari-nagari salingka danau.
“Surat tersebut dibuat pada 21 November 2024 dan diserahkan ke wali nagari dan Camat Tanjungraya agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan kematian ikan, dengan mengetahui lebih dulu prediksi kapan kondisi cuaca ekstrem terjadi, sehingga dapat diantisipasi,” tutur Rosva. (*)