AGAM, HARIANHALUAN.ID — Ketua Komisi IV DPR RI, Titik Soeharto mendorong Kementerian Pertanian agar menjadikan teknik budidaya padi Sawah Pokok Murah (SPM) sebagai proyek percontohan nasional. Metode ini dinilai efektif dan potensial untuk diterapkan di seluruh desa di Indonesia.
Hal itu disampaikan Titik saat menghadiri panen perdana padi dengan sistem SPM di Nagari Ampang Gadang, Kecamatan IV Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Sabtu (21/6). Hadir dalam kegiatan tersebut Wakil Gubernur Sumbar Vasko Ruseimy, Bupati Agam Benny Warlis, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman, jajaran anggota Komisi IV, serta sejumlah pejabat kementerian dan mitra kerja terkait.
“Budidaya tanaman padi dengan sistem Sawah Pokok Murah segera ditindaklanjuti Kementerian Pertanian. Uji coba sudah dilakukan di banyak lokasi dan hasilnya terbukti bagus. Harus segera dilakukan penelitian yang lebih komprehensif, jangan berlama-lama,” kata Titik.
Menurut Titik, pendekatan ini sejalan dengan program peningkatan produktivitas pertanian nasional, sekaligus mendukung kemandirian pangan dan penguatan ekonomi desa.
Teknik SPM pertama kali dikembangkan oleh Ir Djoni sejak tahun 2020. Ia menyampaikan, metode ini mulai diterapkan lebih luas sejak 2023 dan kini telah diadopsi oleh lebih dari 2.000 petani di Sumatera Barat.
“SPM bukan hanya efisien secara biaya, tetapi juga meningkatkan hasil panen secara signifikan. Setelah tiga kali masa tanam, hasilnya naik secara nyata. Selain itu, jerami yang menjadi bagian dari sistem ini juga menciptakan habitat bagi belut, yang menambah nilai ekonomi dan gizi,” ujarnya.
Djoni mengklaim, meski tak semua petani memahami hitung-hitungan hasil dalam angka, peningkatan produksi cukup terasa. “Jika biasanya panen menghasilkan 20 karung, maka kini bisa mencapai 23 hingga 25 karung,” kata dia.
Ia menambahkan, metode ini mendukung arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto, khususnya pada poin ke-6 dari Asta Cita, yang menekankan ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi hijau.
“Belut sebagai hasil samping kaya protein juga berpotensi menjadi solusi stunting. Sistem ini juga memaksa petani bertanam secara berkelanjutan karena jerami harus selalu tersedia,” ungkap Djoni.
Untuk mempercepat adopsi metode ini secara nasional, Djoni mendorong adanya regulasi dari Kementerian Desa guna memungkinkan pemanfaatan Dana Desa bagi penyelenggaraan Sekolah Lapangan (SL) SPM.
“Dengan dukungan Dana Desa, transfer pengetahuan bisa dilakukan lebih cepat dan merata,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Agam Benny Warlis menyatakan, dalam terminologi Minangkabau, kata murah mengandung makna mudah dikerjakan dan berbiaya rendah. “Dua makna itu tepat menggambarkan sistem SPM ini. Mudah dilaksanakan, dan murah dalam pembiayaan,” katanya. (*)