“Dahulu orang tua kita mengajarkan cara melestarikan alam itu berbau mistis. Misalnya jika murai berkicau di siang hari, bertanda ini, dan ini mistiknya,” ujar AKBP Dr. Jamalul Ihsan MM. Datuak Sati usai pencanangan, pelarangan berburu burung, Minggu (19/10/2025).
Namun cara seperti itu tidak dipercaya lagi oleh anak keamanakan, karena anak anak sudah banyak yang pintar dan sekolah tinggi, sehingga mereka berburu burung burung itu tidak takut lagi mistiknya.
“Karena itu cara melestarikan alam itu kita robah polanya dengan memberikan edukasi kepada mereka bahwa burung itu bukan karena mistiknya, tapi karena lingkungan, karena dengan adanya butung itu kelestarian bisa terpelihara termasuk, tanaman, binatang dan yang lainya. Inilah yang kita tanamkan kepada anak anak itu sejak dini, sehingga generasi berikutnya masih bisa melihat burung terbang di alam,” tegas Datuak Sati.
Bagi yang melanggar larangan berburu, menembak, atau mamikek, sanksi adat yang berat telah menanti. Datuak Sati berharap larangan ini diteruskan kepada anak dan kemenakan mereka agar kelestarian alam Lasi tetap terjaga.
Pencangan pelarangan memikek, memburu burung di nagari lasi itu mendapat dukungan dan apresiasi dari pemerintah dan akademisi diantaranya diungkapkan oleh Kepala Seksi Konservasi Wilayah 1 BKSDA Sumbar, Antonius Vevri yang turut hadir langsung dalam kegiatan itu.
Menurutnya, pencanangan itu adalah hal yang layak ditiru oleh wilayah lain demi pelestarian lingkungan, terutama di kawasan sekitar Gunung Marapi.
Senada, Pemkab Agam melalui Staf Ahli, Taslim, menyatakan apresiasi dan dukungan penuh terhadap gerakan ini, yang diyakini akan memberikan dampak positif besar bagi ekosistem lokal.