HARIANHALUAN.ID – Polisi itu memang pengayom masyarakat, cinta pada masyarakat dan sangat peduli dengan masyarakatnya. Ini, tak hanya cerita, namun fakta. Hanya saja, bisa saja tak banyak yang mengangkat kisahnya.
Setidaknya, inilah yang ditemui Harian Haluan, di Kecamatan Palupuh, Agam. Polisi yang mendedikasikan diri untuk membangun akhlak dan pekerti generasi penerus bangsa. Polisi yang mendirikan Pondok Pesantren.
Dialah Defri Azis. Sosok polisi yang sungguh teduh dalam bertutur dan sangat dihormati di sana. Dia, hanyalah anggota Polsek Palupuah berpangkat Aiptu. Ya, Aiptu Defri Aziz (57) sukses mendirikan sebuah ponpes di Jorong Angge Palimbatan, Nagari Pasia Laweh, Palupuah-Agam.
Kepada Haluan, Defri berkisah bahwa pesantren ini bernama Darul Ulum Alfalah, Cabang dari Magetan, Jawa Tengah. Dalam perjalanannya, Defri Aziz telah mengirim santrinya mondok ke Yaman maupun ke Jawa Tengah.
Kini, ponpes yang terletak tak jauh dari Jalan Lintas Sumatra Bukittinggi-Medan itu memiliki
170 santri yang berasal dari berbagai wilayah. Defri menceritakan, awalnya ia mendirikan ponpes pada 2004 silam di Gaduik-Agam.
Saat itu, santrinya masih tujuh saja. Pada perkembangannya jumlah santri terus bertambah, sehingga tempat tersebut tak sanggup lagi menampung.
Pada tahun 2016, Defri memutuskan menjual tanah yang ia beli saat bertugas di Mentawai. Hasil penjualan, dibelikan tanah di Angge dengan luas sekitar 8,5 hektar.
“Setelah selesai, kita pindahkan santri ke sini. Tak hanya itu, saya yang bertugas di Polsek Banuhampu juga mengajukan pindah ke Polsek Palupuah,” ungkap Defri.
Defri Azis merupakan pria asal Buo-Lintau. Ia menjadi polisi sejak 1986. Sejak awal dinas, Defri pernah bertugas di Pessel, Mentawai, Polsek Banuhampu hingga Polsek Palupuah wilayah Polres Mentawai.
“Dengan mendirikan pesantren, saya ingin mencetak manusia yang berilmu dan bermanfaat bagi orang banyak,” ujarnya.
Sempat Ditertawai
Tanah yang dibeli Defri di Palupuah, topografinya miring dan penuh semak. Akibatnya, ia sempat ditertawai orang karena tak mungkin tanah tersebut bisa diolah. “2017 kita mulai secara bertahap, dengan alat berat, kita datarkan lahan, dan membangun,” kenangnya.
Ponpes yang dibangun Defri, terdiri dari beberapa bangunan seperti ruangan ibadah, kelas, asrama hingga rumah guru.
Lokasi ponpes ini cukup jauh dari pemukiman setempat dengan lanskap alam yang masih alami. Agar santri tak bosan, Defri membangun beberapa saung yang jadi lokasi belajar santri di alam terbuka.
Dari segi manajemen, Defri menunjuk sejumlah guru untuk mengurus pesantrennya. Bahkan, istrinya Usratul Hasanah juga sibuk mengurus pesantren tersebut. “Sekarang ada 170 santri kita. Umumnya berasal dari Sumatera, namun ada beberapa yang berasal dari Palupuah,” jelasnya.
Biaya mondok di pesantren yang fokus memperdalam Al-Qur’an dan Kitab Kuning itu tergolong murah, ada 600 ribu, ada 400 ribu. Sekitar 30 orang bahkan digratiskan. Tak hanya itu, dari segi konsumsi, Defri juga bekerjasama dengan warga lokal sehingga perekonomian daerah ikut terangkat.
“Pekerjaan saya sebagai polisi tidak terganggu, sebab sudah ada yang mengurus jika saya sedang dinas. Ke depan, kita akan terus mengembangkan ponpes ini,” ujarnya. (*)