Oleh karena itu imbuhnya, pemerintah daerah perlu menyusun raperda tentang SPBE sebagai dasar hukum yang mengatur tata kelola, manajemen, audit teknologi, implementasi smart city, transformasi digital, serta partisipasi masyarakat dan pelaku usaha.
“Pembahasan substansi Raperda ini akan dilakukan bersama DPRD dalam rapat kerja. Diharapkan regulasi ini dapat memberikan kepastian hukum dan mempercepat penerapan e-government di Bukittinggi sehingga menciptakan tata kelola pemerintahan yang transparan, profesional, dan berorientasi pada pelayanan publik yang berkinerja tinggi,” kata Marfendi.
Terkait ranperda RPPLH 2025-2055, Marfendi menjelaskan bahwa penyusunan RPPLH Bukittinggi Tahun 2025 -2055 yang dilaksanakan pada tahun 2024 lalu, sudah melalui tahapan konsultasi publik dan konsinyering pengkajian oleh tenaga ahli dari unsur akademik.
Pengkajian tersebut menghasilkan beberapa isu strategis yang tertuang dalam dokumen RPPLH Bukittinggi 2025-2055, yakni alih fungsi dan penurunan kualitas lahan, penurunan kualitas dan kuantitas air serta fluktuasi debit sungai pada musim hujan dan kemarau, pengelolaan sampah yang belum optimal, tingginya kejadian dan intensitas bencana dan Peningkatan suhu udara.
Menurutnya Marfendi, ranperda tentang RPPLH 2025-2055 ini nantinya akan menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan lingkungan hidup untuk 30 tahun ke depan.
“Kehadiran ranperda ini akan memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Selain itu, RPPLH juga menjadi dasar dalam penyusunan dan dimuat dalam RPJPD dan RPJMD,” ujarnya.