BUKITTINGGI, HARIANHALUAN.ID— Pemerintah pusat menegaskan komitmennya melindungi tanah ulayat masyarakat adat di Bukittinggi. Dalam sosialisasi pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat yang digelar Senin (19/5), Wakil Menteri ATR/BPN Ossy Dermawan menyampaikan bahwa negara hadir bukan untuk mengambil, melainkan memperjelas dan mengamankan hak masyarakat adat atas tanah mereka.
“Tanah ulayat bukan milik negara. Pemerintah ingin melindungi kepentingan masyarakat adat lewat pendataan dan sertifikasi. Ini penting agar tidak terjadi konflik di masa depan,” ujar Ossy di Balairung Rumah Dinas Wali Kota Bukittinggi.
Salah satu tanah ulayat yang disoroti adalah di kawasan Pabidikan, yang saat ini digunakan TNI sebagai gudang peluru. Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias menyampaikan kegelisahan niniak mamak soal status dan luas lahan tersebut.
“Apakah itu 1,7 hektare atau 17 hektare? Ini harus jelas, supaya tidak ada masalah antara masyarakat adat dan institusi negara,” tegasnya.
Selain meminta kejelasan status lahan, Ramlan juga berharap agar kuota Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk Bukittinggi bisa ditambah. “Kami ingin masyarakat terbantu secara administrasi. Minimal 100 kuota tambahan,” katanya.
Sosialisasi ini merupakan bagian dari program nasional yang menjangkau 19 kabupaten/kota di Sumbar, berlangsung dari 28 April hingga 23 Juni 2025.
Dalam kesempatan itu, belasan sertifikat tanah juga diserahkan kepada warga dan pemerintah kota sebagai simbol pengakuan resmi negara terhadap hak atas tanah adat. (*)