BUKITTINGGI, HARIANHALUAN.ID — Kerlip lampu panggung menari-nari di antara rinai hujan — mendinginkan malam. Pun orang-orang yang sedang berpanggung. Lampu menyorot tajam pertunjukan demi pertunjukan.
Para penonton mematut musik yang beragam, mengeluarkan ritme-ritme yang barangkali mengiang di telinga mereka tentang ingatan kesenian yang ada di masa lalu. Meski, keibaan hati yang nyata bahwa festival musik tradisi tak pernah seramai pertunjukan konser musik penyanyi terkenal maupun band populer.
Begitulah Festival Musik Tradisi Indonesia: Pitunang Ethnogroove berlangsung dalam jerat kota dingin di Lapangan Atas Ngarai, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi, Jumat (1/8/2025) malam. Kegiatan ini merupakan inisiasi Kementerian Kebudayaan RI di bawah Direktorat Film, Musik dan Seni; Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan; yang bekerja sama langsung dengan Komunitas Gaung Marawa.
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon mengatakan festival musik tradisi ini sebuah upaya kuat dalam terpaan globalisasi ini agar musik tradisi mampu bertahan, berdaya saing dan berkembang menjadi ekositem seni yang semakin kuat.
“Ini pertama kalinya hadir Kementerian Kebudayaan dalam sejarah Indonesia. Artinya kami memahami bahwa kebudayaan merupakan pilar penting dalam pembangunan Indonesia ini,” ujarnya.
Dengan nyinyirnya, Menbud Fadli Zon sangat mengharapkan festival musik tradisi ini tak hanya sebagai esensinya pertunjukan, tapi mampu melahirkan tokoh-tokoh dan musisi yang akan membawa kebanggaan bagi Indonesia di pentas nasional dan tentunya juga di pentas dunia.
“Dalam amanat konsititusi dijelaskan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia. Tradisi tidam bisa dilepaskan dari kebudayaan kita, karena itulah kita terus mendorong dan melakukan afirmasi terhadap seni tradisi,” katanya.