“Negara-negara kita mewarisi struktur ekonomi kolonial yang timpang. Untuk menciptakan kesejahteraan berkelanjutan, kepemilikan harus lebih demokratik bukan hanya berputar di tangan segelintir,” tegasnya.
Prof. Azima menambahkan, restrukturisasi kepemilikan inklusif bukan sekadar solusi ekonomi, tetapi strategi penting untuk memulihkan keseimbangan sosial dan memperkuat daya saing kawasan.
Kuliah umum yang dipandu oleh Tartila Devy, M.Ak., ini dihadiri oleh dosen dan mahasiswa lintas fakultas. Dalam sesi diskusi, para peserta menilai materi yang disampaikan sangat relevan dengan konteks pembangunan ekonomi berkeadilan di Indonesia dan kawasan ASEAN.
“Beliau mengajak kita berpikir ulang: keadilan ekonomi tidak cukup hanya dengan pertumbuhan, tetapi harus dimulai dari siapa yang memiliki tanah dan menguasai sumber daya,” ujar Tartila Devy.
Menutup kuliah umum, Prof. Azima menyampaikan bahwa kemakmuran ASEAN hanya akan terwujud apabila distribusi tanah dan kekayaan bersifat inklusif, memberi ruang bagi seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi dalam sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan. (*)














