Organisasi Profesi Kesehatan se- Bukittinggi Tolak RUU Kesehatan

GATOT - BUKITTINGGI

Forum Organisasi Profesi Kesehatan se-Kota Bukittinggi mendatangi Kantor DPRD Bukittinggi, Jumat (12/5). GATOT

HARIANHALUAN.ID – Forum Organisasi Profesi Kesehatan se-Kota Bukittinggi menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Aspirasi penolakan itu mereka sampaikan dengan mendatangi Kantor DPRD Bukittinggi, Jumat (12/5).

Organisasi Profesi Kesehatan yang melakukan penolakan itu tergabung dalam Aliansi Kesehatan Bangsa Kota Bukittinggi. Mereka terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bukittinggi. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Bukittinggi.

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Bukittinggi, dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Bukittinggi. Kehadiran organisasi kesehatan itu diterima oleh Ketua DPRD Beny Yusrial dan Anggota DPRD, Asril.

Ketua IDI Bukittinggi, dr. Romy Yusardi mengatakan, kedatangan Aliansi Kesehatan Bangsa Kota Bukittinggi ke DPRD untuk menyampaikan aspirasi penolakan RUU Kesehatan, yang dinilai tidak memberikan jaminan hukum terkait kepastian kerja dan kesejahteraan tenaga medis dan tenaga kesehatan, serta tidak memberikan jaminan perlindungan hukum bagi para tenaga kesehatan.

“Dalam udiensi yang kami lakukan bersama Ketua DPRD, ada 12 pernyataan sikap penolakan dengan berbagai alasan yang kami sampaikan. Mudah mudahan apa yang kami suarakan ini dapat ditindaklanjuti oleh DPRD Bukittinggi,” kata Romi Yusardy, didampingi Ketua PDGI Bukittinggi, drg. Meilinda Irianti Putri, Ketua IBI Bukittinggi, Siti Khadijah, dan Ketua PPNI Bukittinggi, Ns. Aldo Yuliano.

Menurut Romi, adapun yang menjadi alasan penolakan terhadap RUU Kesehatan tersebut adalah, penyusunan RUU Kesehatan dinilai cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup tanpa partisipasi masyarakat sipil dan organisasi profesi. 

Adanya sentralisme kewenangan Menteri Kesehatan yaitu kebijakan ditarik pada Kementerian kesehatan tanpa melibatkan masyarakat dan organisasi profesi yang dinilai mencederai semangat reformasi.

Kemudian, pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi Industri kesehatan sejalan dengan masifnya investasi.  Syarat kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan dengan dimasukan pidana penjara dan denda yang dinaikan hingga tiga kali lipat.

RUU Kesehatan mengacam keselamatan rakyat atas pelayanan kesehatan yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang memiliki etika dan moral yang tinggi. RUU mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing dan berpotensi mengancam keselamatan pasien. RUU Kesehatan berpihak pada investor dengan mengabaikan hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum dan keselamatan pasien.

RUU Kesehatan mengancam ketahanan bangsa serta mengebiri peran organisasi yang telah hadir untuk rakyat. 

Selanjutnya ujar Romy, adanya pelemahan peran dan independensi konsil kedokteran Indonesia dan konsil tenaga kesehatan Indonesia dengan berada dan bertanggung jawab kepada Menteri (bukan kepada presiden lagi).

Kekurangan tenaga kesehatan dan permasalahan maldistribusi adalah kegagalan pemerintah bukan kesalahan organisasi profesi. 

“RUU Kesehatan hanya mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa kompetensi keahlian dan kualifikasi yang jelas.

Terakhir, RUU Kesehatan mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu dan manusiawi,” tutur Romi Yusardy.

Ketua DPRD Bukittinggi, Beny Yusrial, menyampaikan apresiasi atas kehadiran dari Forum Organisasi Profesi Kesehatan Bukittinggi yang telah menyampaikan haknya kepada DPRD. Diakui Beny, pembahasan RUU Kesehatan memang banyak menimbulkan pro kontra ditengah masyarakat, dan tidak hanya di Kota Bukittinggi.

“DPRD Bukittinggi sangat menghargai pendapat dan penolakan dari Forum Organisasi Profesi Kesehatan se Bukittinggi.

Secara kelembagaan kami di DPRD Bukittinggi akan meneruskan pernyataan sikap dari Forum Organisasi Profesi Kesehatan ini ketingkat yang lebih tinggi,” ujar Beny Yusrial. (*)

Exit mobile version