Di lantai dasar Pasar Aur Kuning itu, juga terlihat beberapa toko masih tutup. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB dan hari Rabu pula, di mana menurut para pedagang, waktu dan hari tersebut adalah waktu ramainya pasar ini.
Beralih ke lantai dua Pasar Aur Kuning, yakni Los Gadang, tempat berjualan yang dominan diisi para produsen konveksi lokal. Lebih kurang setengah jam berkeliling di area sekitar, juga terlihat sepi pengunjung. Berbeda dengan di lantai dasar yang masih terlihat beberapa transaksi jual beli, di sini tidak terlihat satu pun transaksi. Hanya ada pedagang yang sibuk merapikan barang dagangan mereka sembari sesekali melihat kiri kanan. Mungkin berharap ada pembeli yang datang.
Salah seorang pedagang di lantai dasar Pasar Aur Kuning Bukittinggi, Riko mengatakan, suasana sepi seperti ini sudah terjadi selama beberapa tahun belakangan, terlebih semenjak Covid-19 melanda. Di mana biasanya pada hari pasar (Rabu dan Sabtu) agak ramai, tapi sekarang setiap hari hampir sama saja.
“Sudah puluhan tahun saya berjualan di Aur Kuning, satu dua tahun belakang adalah momen penurunan kunjungan dan daya beli yang paling tinggi,” kata Riko yang menjual bermacam pakaian dewasa dan anak-anak.
Biasanya setiap Rabu dan Sabtu, setidaknya omzet toko miliknya bisa mencapai 10 hingga 15 juta rupiah dalam sehari. Namun, beberapa tahun belakang, untuk mencapai 5 juta rupiah saja dalam sehari. Sangat susah.
“Dulu, setiap Rabu dan Sabtu langganan dari daerah seperti Riau, Sumatera Utara, dan Jambi berdatangan untuk menambah barang. Namun, saat ini langganan di daerah sudah banyak yang gulung tikar dan ada juga yang berganti profesi karena susahnya berjualan. Langganan yang masih berjualan pun kalau menambah barang tidak sebanyak dulu. Paling mereka datang sekali sebulan belanja untuk mencukupkan model saja,” kata Riko.