BUKITTINGGI, HARIANHALUAN.ID – Kekisruhan wartawan dengan calon Wako Bukittinggi, Ramlan Nurmatias berakhir setelah Ramlan Nurmatias meminta maaf dan menyadari kekeliruan.
Kerusuhan tersebut berawal ketika Ramlan Nurmatias menggelar jumpa pers dengan memberikan pernyataan yang menyinggung profesi wartawan usai mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bukittinggi.
“Saya minta maaf, tidak ada niat untuk melecehkan wartawan. Ini hanya terkait hati dan perasaan saya yang merasa ditinggalkan rekan wartawan dalam empat tahun terakhir ini,” kata Ramlan di Bukittinggi, Sabtu (31/8).
Mantan Wali Kota Bukittinggi periode 2015-2020 mengaku tidak memiliki niat menyinggung profesi wartawan. Ia juga tidak bermaksud menyerang siapa pun. Melainkan hanya ungkapan perasaan pribadinya yang merasa ditinggalkan wartawan setelah tidak menjabat lagi. Ia juga tidak ingin polemik dengan wartawan akan dimanfaatkan oleh pihak lain untuk di goreng goreng.
Ramlan berharap klarifikasi yang disampaikan dapat meredakan polemik yang terjadi dan mengembalikan hubungan baiknya dengan para jurnalis di Bukittinggi.
Diketahui, Ramlan Nurmatias maju sebagai calon Wali Kota Bukittinggi berpasangan dengan Ibnu Asis. Pasangan itu diusung oleh Partai Demokrat, PKS dan Partai PAN.
Sebelumnya, sejumlah wartawan di Bukittinggi menyayangkan pernyataan Ramlan Nurmatias dan salah satu timnya yang melecehkan profesi wartawan.
Pernyataan ini disampaikan saat pendaftaran bakal pasangan calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Bukittinggi saat pendaftaran di Kantor KPU Bukittinggi, Kamis (29/8/2024)
Pernyataan ini disampaikan Ramlan Nurmatias dan salah satu timnya saat sesi Pers Conference dilakukan secara terbuka di hadapan belasan ribu warga dan pendukung di halaman Kantor KPU Bukittinggi. Pernyataan itu mengundang sorakan dari massa.
Pada saat itu, Ramlan menyampaikan sebanyak 60 wartawan digaji Rp1 juta oleh Pemkot Bukittinggi yang kemudian disambut nada merendahkan oleh salah satu timnya, Ibra Yaser yang juga merupakan anggota DPRD Bukittinggi dengan teriakan “Wartawan Lah Banyak Tamakan Abuak (Wartawan sudah banyak termakan rambut).
Sementara itu, Ketua Bukittinggi Press Club (BPC), Haswandi mengatakan, Ramlan Nurmatias keliru memaknai kerjasama media dengan pemerintah.
“Yang melakukan kerjasama itu adalah medianya, bukan wartawannya. Jadi kalau menyebut wartawan digaji satu juta perbulan dari pemerintah, itu sangat keliru,” kata Haswandi.
Menurutnya, dalam kerjasama itu, Pemko Bukittinggi membayar biaya promosi dan sosialisasi kepada perusahaan media, bukan membayar ke pribadi wartawannya.
“Kerjasama itu juga terjadi karena ada kesepakatan kedua belah pihak, yang mana pemerintah butuh sosialisasi dan promosi, namun segala biayanya ditanggung oleh pemerintah,” ujarnya.
Ditegaskan Haswandi, tidak ada satu poin pun dalam perjanjian kerjasama yang menyatakan media atau wartawan tunduk kepada pemerintah.
“Kerjasama itu sifatnya promosi dan sosialisasi, dan tidak membatasi wartawan dalam berkreativitas terkait tema liputan ” tegasnya.
Dijelaskan, wartawan tidak kehilangan tugas kontrol sosial, hanya gara-gara kerjasama itu. Tidak ada satupun poin kerjasama yang mengekang kebebasan wartawan dalam bertugas.
Ia mencontohkan sikap wartawan Bukittinggi yang tetap memberitakan kasus korupsi yang melibatkan oknum ASN Bukittinggi. Kemudian, wartawan Bukittinggi juga ramai-ramai memberitakan kisruh bantuan Baznas yang gunakan logo pemerintah,
“Itu hanya beberapa contoh. Jadi kalau Pak Ramlan menyebut wartawan tidak berani membuat berita buruk pemerintah karena adanya kerjasama, itu keliru besar,” kata dia.
“Lagian kerjasama itu sudah ada dari dulu-dulunya di seluruh daerah. Bahkan di zaman Pak Ramlan jadi wali kota juga ada, walaupun media yang kerjasama dulu tidak sebanyak sekarang. Lalu, kenapa mempermasalahkannya sekarang?,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua PWI Bukittinggi, Ikhwan Salim, ia menyesalkan pernyataan mantan Wali Kota Bukittinggi itu. Dikatakannya, wartawan tidak digaji oleh Pemko Bukittinggi. Namun ada perjanjian publikasi antara media atau perusahaan (bukan wartawan) terkait pemberitaan kegiatan pemerintah.
Kerjasama seperti ini sudah lama dilakukan Pemkot Bukittinggi dari masa pemerintahan sebelum-sebelumnya. “Bahkan zaman kepemimpinan Ramlan, kerjasama ini juga ada. Harusnya Ramlan paham masalah ini,” katanya.
Secara umum, Wartawan di Bukittinggi meskipun ada yang memiliki kerjasama publikasi dengan Pemkot Bukittinggi, namun bukan berarti “Tidak Berani” menulis berita kritis.
Beberapa antaranya adalah masalah Drainase (yang mengangkat nama Ibra Yaser saat berani adu argumentasi dengan kontraktor), Perwako 40-41, Spanduk warga minta Erman Safar turun di Jalan Aur, Demo pedagang Aur Kuning menolak Perda Pengelolaan Pasar, Kasus Awning.
Selanjutnya Kasus Inses, anggota DPRD berkata kotor yang diketahui merupakan kerabat Erman Safar, Kendaraaan aset Pemko hilang, Kartu Bukittinggi Hebat, Kebersihan Taman Jam Gadang, Beras Baznas, Isu perpecahan antara Wali Kota Bukittinggi dengan Wakilnya.(*)