DHARMASRAYA, HARIANHALUAN.ID — Nagari Sinamar yang terletak di wilayah terpencil dan sulit dijangkau di Kecamatan Asam Jujuhan, Kabupaten Dharmasraya, ini menjadi saksi kerasnya perjuangan seorang bidan desa, Afni Hildayeti, Amd.Keb.M.Kes. Kendala tak hanya datang dari minimnya infrastruktur, transportasi dan komunikasi, bahkan ia sempat ditolak masyarakat nagari karena lebih percaya dengan dukun. Bagaimana ceritanya?
Afni Hildayeti memulai pengabdian sebagai tenaga kesehatan nagari pada usia 19 tahun. Afni mengabdikan dirinya di Nagari Sinamar pada tahun 1994 yang waktu itu masuk Kabupaten Sawahlunto-Sijunjung, setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Tinggi Keperawatan (SPK) Yarsi Bukittinggi. Memulai karir dari usia muda, tentu tak mudah baginya untuk bisa menyatu dan meyakinkan masyarakat agar menerimanya sebagai bidan di sana.
Kencenderungan masyarakat Nagari Sinamar yang lebih mempercayakan persoalan kesehatan kepada dukun membuat ia terpojok. Namun, ia tak menyerah begitu saja. Meski ia merasa tak diterima di sana, ia terus saja memberikan bimbingan dan edukasi tentang kesehatan bagi warga di sana.
Afni menghadapi tantangan untuk berintegrasi dengan masyarakat yang sebagian besar tidak terbiasa dengan praktik perawatan kesehatan modern, khususnya terkait persalinan, yang sebagian besar ditangani oleh dukun bayi. Namun bagi Afni, itu merupakan tantangan untuk bisa menghadirkan layanan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat Nagari Sinamar.
Tidak gentar, dia mendekati tokoh masyarakat dan dukun bayi. Ia menawarkan layanan kesehatan gratis. Jika ada ibu hamil memilih untuk melahirkan di bawah asuhan Afni, dia melibatkan dukun bayi sebagai pendamping dan bahkan memberikan kompensasi untuk bantuan. Cara itu pun mulai diterima masyarakat. Kolaborasi Afni dan dukun pun mendapat respon bagus saat itu. Ia pun sedikit demi sedikit sudah mulai mendapat tempat di hati masyarakat.
Diawal ia bertugas waktu itu kata Afni ternyata ia juga tak dibayar dengan uang. Sebagai uang jasa atau uang lelah, warga setempat bukannya memberi berbentuk rupiah, tetapi berbentuk barang seperti buah buahan, beras atau hasil ladangnya. “Saya sangat senang menerimanya apalagi diberi ucapan terimakasih dan senyum oleh keluarga pasien,” cerita Afni kepada Haluan Rabu (21/6) di Dharmasraya.
Kesulitan demi kesulitan ia sangat rasakan dalam menjalankan tugas mengabdi untuk masyarakat. Misalnya saja, ada pasien yang harus dirujuk, jangankan ambulans, mobil pribadi saja sudah sulit. Bahkan ia harus merujuk pasien dengan memakai mobil truk, bukan sampai di situ saja, mulai dari administrasi (izin niniak mamak, keluarga dan lain-lain) sampai mencari mobil truk untuk membawa pasien gawat darurat ini.
“Hal itu rasanya sudah melampaui kewenangannya saya sebagai Bidan, tapi niat dalam hati adalah bagaimana pasien selamat, nyawa selamat, meski jarak tempuh dari tempat bertugas sampai ke Puskesmas Sungai Rumbai mencapai 5-8 jam, apalagi pada musim hujan,” katanya.
Berawal sebagai Pegawai Tidak Tetap di Kecamatan Koto Baru di bawah Puskesmas Sungai Rumbai, Afni dengan sepenuh hati mengabdikan dirinya untuk setiap aspek pekerjaannya, mulai dari mengawasi pasien hingga merujuk mereka ke perawatan khusus. Dia menangani tanggung jawab di setiap tingkatan, dari atasan hingga bawahan, dengan dedikasi dan kemampuan terbaik. Dengan waktu dan kemajuan masyarakat, akses layanan kesehatan telah meningkat pesat, memungkinkan orang untuk membuat pilihan berdasarkan informasi mengenai kebutuhan layanan kesehatan mereka.
Mengenang masa-masa sebagai pegawai tidak tetap (PTT), Afni dengan jelas mengingat tantangan aksesibilitas jalan yang buruk selama cuaca hujan dan banyak luka bakar di kakinya karena menyentuh pipa knalpot yang panas. Namun, dia menganggap mengubah praktik perawatan kesehatan tradisional masyarakat menjadi metode yang lebih maju, seperti mengandalkan tenaga kesehatan profesional untuk melahirkan, menjadi tugas yang paling berat.
Istri Bagindo dan ibu empat anak ini juga pernah menghadiri pertemuan atau acara penting di Puskesmas Sungai Rumbai, karena seragam putihnya pasti akan luntur karena debu beterbangan, dan kakinya akan terbakar akibat pipa knalpot sepeda motor yang hangus. Ia menggambarkannya sebagai kenangan menyakitkan yang sulit dilupakan dan jarang ditemui saat ini.
Pada tahun 2003, setelah sembilan tahun mengabdi sebagai PTT, Afni berhasil lulus ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Tak lama kemudian, terbentuklah Kabupaten Dharmasraya yang berujung pada terbentuknya Puskesmas Sungai Limau di Kecamatan Asam Jujuhan pada tahun 2006. Pada tahun 2007, Puskesmas Sungai Limau mulai beroperasi sesuai standar protokol kesehatan Puskesmas, dan Afni melanjutkan pelayanannya di Nagari Sinamar.
Pada tahun 2010, Afni ditunjuk untuk mengelola Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan menjadi bidan koordinator di Puskesmas Sungai Limau. Ia mengungkapkan rasa syukurnya. “Alhamdulillah, masyarakat kini sudah bisa memilih fasilitas kesehatan yang diinginkan, dan sejak November 2021, saya dipercaya sebagai Kepala UPT (Unit Pelayanan Kesehatan Dasar) Puskesmas Sungai Limau,” ujarnya.
Afni mendorong rekan-rekan bidan untuk melayani dengan tulus dan tidak mementingkan diri sendiri, meyakinkan mereka bahwa hasil jerih payah mereka pada akhirnya akan dinikmati. Dia menyimpulkan dengan senyuman, menyatakan, "Itulah kegembiraan yang saya alami sekarang," katanya.
Bertekad untuk meningkatkan keterampilannya, ia mengejar pendidikan lebih lanjut, memperoleh diploma Kebidanan dari Sekolah Kebidanan Fort De Kock, diikuti dengan gelar Sarjana dan akhirnya gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.Kes). (*)