Stok Vaksin Kosong, Sumbar Hadapi Tantangan Pencegahan Wabah PMK

PADANG, HARIANHALUAN.ID- Kesiapan Sumatera Barat dalam menghadapi potensi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada tahun 2025 menghadapi tantangan serius terkait dengan kekosongan stok vaksin.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Sukarli melalui Kepala Bidang Kesmavet Drh Kamil mengungkapkan hal ini tidak seperti kesiapan di saat awal-awal wabah PMK masuk ke Indonesia pada tahun 2022 lalu.

Pada tahun 2022, ucapnya, stok vaksin PMK dari Kementrian Pertanian cukup melimpah. Sementara saat ini, stok vaksin yang tersedia sedang kosong sama sekali. Disnakeswan Sumbar telah mengajukan permintaan vaksin ke Direktorat Jendral Peternakan Kementrian Pertanian RI.

“Kita ajukan stok vaksin awal sebanyak 20 ribu. Mudah-mudahan bisa direalisasikan beberapa waktu kedepan. Vaksin yang akan kita pakai, adalah vaksin buatan dalam negeri produksi Pusvetmas Surabaya,” jelasnya.

Ia juga mengakui, kemampuan APBD Sumbar pada tahun 2024 dan tahun 2025, cukup terbatas untuk melakukan pengadaan vaksin. Oleh karena itu, peternak disarankan untuk membeli vaksin secara mandiri.

Sedangkan untuk penyuntikan, nanti bisa dibantu oleh petugas Puskeswan yang tersedia di Kabupaten Kota.

“Karena kalau menunggu vaksin dari pemerintah, stoknya masih kosong. Tadi kita cek juga ke Pusvetmas Surabaya. Stok disana juga sedang kosong. Mereka juga sedang berkejaran dengan waktu untuk memproduksinya,” tambahnya.

Meskipun stok vaksin PMK sedang kosong, namun Drh Kamil memastikan ketersediaan Densifektan di daerah maupun Provinsi masih banyak. Jika membutuhkan, Masyarakat peternak dapat mengajukan bantuan densifektan kepada pemerintah.

Lebih lanjut ia sampaikan, ternak yang terpapar virus PMK, masih bisa diobati dengan pemberian antibiotik, vitamin dan obat demam selama ternak tersebut belum ambruk atau lumpuh.

Pada tahap pertama inkubasi PMK, sapi akan menunjukkan gejala peningkatan suhu tubuh cukup tinggi. Pada tahap selanjutnya, nafsu makan ternak akan berkurang.

Ketika penyakit sudah bertambah parah, akan muncul lesi atau sariawan pada bagian mulut ternak. Kondisi ini biasanya akan diikuti dengan peningkatan saliva atau air liur secara berlebihan.

“Kemudian baru akan muncul luka di bagian kuku kaki. Untuk ternak besar silangan seperti Simental dan Limousin, inilah fase kritisnya. Makanya kita mendorong peternak segera melapor kepada petugas begitu melihat sapi sudah mengalami gejala,” ucapnya.

Sebab menurutnya, penyembuhan akan sangat sulit dilakukan jika hewan ternak sudah terlanjur ambruk atau lumpuh. Satu-satunya langkah minimalisir kerugian yang bisa dilakukan ketika sapi sudah lumpuh, hanyalah dengan tindakan potong paksa.

“Agar penyebaran tidak semakin parah, jika ada ternak yang terpapar peternak harus segera melakukan karantina dan memisahkannya dari kawanan yang masih sehat,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version