PADANG, HALUAN — Pakar epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Defriman Djafri menilai herd immunity atau kekebalan komunal (kelompok) akan bisa mengendalikan potensi penularan virus Covid-19 varian omicron yang baru muncul. Oleh karena itu, realisasi vaksinasi harus segera dipacu sehingga kekebalan komunal segera terbentuk.
“Dengan vaksinasi, virus akan sulit menyebar dan tidak akan memiliki kemampuan untuk bermutasi, sehingga tidak tercipta virus varian baru lainnya. Jadi, yang perlu dikejar itu adalah herd immunity. Vaksin akan efektif dalam pencegahan virus agar tak bermutasi. Selain itu, prokes harus tetap dijaga,” ujar Defriman.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand itu menilai, penerapan PPKM darurat yang dilaksanakan pemerintah pada pertengahan 2021 lalu, cukup mampu mengendalikan lonjakan Covid-19 akibat varian delta. Sebab, kekebalan kelompok telah terbentuk berkat pelaksanaan vaksinasi di Pulau Jawa dan Bali yang meningkat.
“PPKM Darurat ini tampak mampu mengendalikan kasus varian delta. Padahal, varian delta ini lebih berisiko daripada omicron. Dengan demikian, kita harus fokus ke vaksinasi hingga dosis dua. Vaksin di Jawa dan Bali itu, hampir 70 persen merata hingga dosis keduanya,” tuturnya dalam diskusi daring yang digelar Satgas Covid-19, BNPB, dan Harian Singgalang, Jumat (10/12).
Sementara itu, Direktur RS TMC Pariaman, Kol Purn dr. Farhan Abdullah mengatakan, kemunculan varian omicron tampak lebih mudah membuat seseorang kembali terpapar atau terinfeksi Corona, meski pun telah memiliki antibodi. Akan tetapi, gejalanya cenderung lebih ringan bagi yang telah divaksin.
“Kita harus tetap berhati-hati. Omicron ini sangat menular tapi tidak begitu fatal. Yang anehnya lagi, ia menimbulkan infeksi berulang terutama pada usia muda. Omicron ini muncul di Afrika Selatan dan menjadi virus paling diperhatikan, karena tidak begitu berbeda dengan delta,” ucapnya lagi.
Selain itu Farhan menambahkan, bahwa Badan Kesehatan Dunia atau WHO telah memaparkan varian omicron memiliki sejumlah besar mutasi, yang beberapa di antaranya cukup mengkhawatirkan. Bukti awal menunjukkan, varian ini memiliki peningkatan risiko infeksi ulang ketimbang varian lainnya.
“Untuk mencegah terjadinya penularan, harus ada pemberlakuan larangan perjalanan ke negara-negara lain,” ucap Farhan lagi.
Belum Masuk Indonesia
Sementara itu, Satgas Penanganan Covid-19 Pusat menegaskan, bahwa hingga saat ini belum ditemukan kasus Covid-19 yang terinfeksi dari varian omicron di Indonesia. “Saat ini pemerintah terus memonitor distribusi varian Covid-19 melalui sequencing spesimen pelaku perjalanan di tiap pintu masuk yang tersebar di Indonesia. Sampai sekarang belum ditemukan kasus bervarian Omicron,” ujar juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Kamis (9/12).
Wiku berharap, sejumlah langkah antisipasi yang telah dilakukan pemerintah sejak dini dapat menutup celah masuk varian omicron. Menurut Wiku, pemerintah berkomitmen akan mengoptimalisasi kapasitas testing, khususnya alat testing yang memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi berbagai varian baru Covid-19.
Wiku menyatakan, saat ini laboratorium di seluruh Indonesia sudah bisa mendeteksi karakteristik genetik sekitar 500-600 sampel per hari untuk mendukung upaya peningkatan jumlah squensing. “Khususnya spesimen pelaku perjalanan dari negara-negara yang terdeteksi mengalami transmisi komunitas akibat varian omicron,” ujarnya, dikutip dari tempo.
Dalam rangka mendukung kebijakan perpanjangan durasi karantina, Wiku menuturkan, pemerintah menjamin ketersediaan fasilitas karantina, baik di Wisma Atlet atau Pasar Rumput dengan kapasitas kamar mencapai 3.700 kamar serta 72 hotel yang tersebar secara nasional.
Sebelumnya, juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi membantah temuan varian Omicron (B.1.1.529) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. “Tidak benar ini (temuan omicron di Kabupaten Bekasi). Belum ada kasus omicron (di Indonesia) sampai saat ini,” kata Siti Nadia Tarmizi. (h/mg-dar)