PADANG, HARIANHALUAN.ID — Kepala Bidang Perkebunan Tanaman Semusim dan Rempah Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Agustian, mengungkapkan bahwa ketergantungan terhadap pasar ekspor tunggal menjadi tantangan utama dalam pengembangan dan pemasaran komoditas gambir asal Sumatera Barat.
“Saat ini pasar gambir Sumbar masih sangat bergantung pada India. Hal ini membuat posisi tawar kita dalam perdagangan gambir dunia menjadi lemah, karena buyer dari India bisa mendikte harga,” ujar Agustian kepada Haluan, Senin (4/8/2025).
Menurutnya, untuk mengatasi persoalan tersebut, perlu upaya serius membuka pasar baru di luar India. Diversifikasi tujuan ekspor diyakini akan memperkuat daya tawar petani dan pelaku usaha gambir di pasar global.
Baca Juga: Kuasai 85 Persen Produksi Nasional, Petani Gambir Sumbar Masih Belum Sejahtera
Selain ketergantungan pasar, Agustian juga menyoroti produktivitas tanaman gambir yang masih tergolong rendah. Berdasarkan data, produktivitas rata-rata gambir di Sumbar berkisar antara 0,6 hingga 0,8 ton per hektare per tahun.
“Produktivitas masih rendah, kualitas juga perlu ditingkatkan, terutama dari aspek pemeliharaan tanaman dan pengolahan pascapanen. Hal ini menyebabkan pendapatan petani belum optimal,” katanya.
Agustian menyebutkan, sebagian besar proses budidaya dan pengolahan gambir di Sumbar masih dilakukan secara tradisional dan minim dukungan teknologi. Rendahnya penggunaan pupuk serta kurangnya perawatan intensif juga menjadi penyebab mutu gambir belum sesuai harapan.
“Masalah lain adalah lemahnya akses petani terhadap teknologi modern. Proses pengolahan masih konvensional, padahal dukungan teknologi sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas hasil,” ujarnya.
Dari sisi pemasaran, kondisi petani gambir juga cukup memprihatinkan. Mereka umumnya menjual daun gambir mentah kepada pedagang pengumpul dengan harga sangat rendah, berkisar antara Rp2.500 hingga Rp3.500 per kilogram. Sementara hanya sebagian kecil yang mampu menjual dalam bentuk olahan dan itupun dengan harga yang belum menggembirakan.
Kendati demikian, Agustian menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam. Sejumlah bentuk bantuan dan pendampingan telah digulirkan kepada petani gambir. Bantuan tersebut, antara lain berupa alat kempa, pembangunan Unit Pengolahan Hasil (UPH), serta bimbingan teknis (bimtek) tentang cara pengolahan gambir yang baik dan sesuai standar.