PADANG, HARIANHALUAN.ID — Aktivitas tambang emas ilegal di Nagari Simanau, Kecamatan Tigo Lurah, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar), kian meresahkan. Sejak awal Juni 2025, tiga titik lokasi di wilayah tersebut diduga menjadi sasaran pengerukan emas tanpa izin yang massif dan merusak lingkungan.
Puncak keresahan masyarakat akhirnya berujung pada pelaporan resmi ke Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat, Jumat (1/8/2025). Pelaporan ini dilakukan oleh warga dengan pendampingan dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumbar, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sumbar, dan Koalisi Pemantau Pertambangan (KIPP).
“Tambang ini bukan hanya merusak hutan dan bentang alam, tapi juga mencemari aliran sungai yang menjadi sumber air utama masyarakat. Kami tidak sanggup lagi diam,” ucap Hendriswan, salah seorang pelapor.
Baca Juga: Kerusakan Hulu DAS Indragiri Makin Parah, WALHI Desak Penindakan Tambang Emas Ilegal
Laporan warga diperkuat hasil investigasi lapangan WALHI. Dari pemetaan yang dilakukan, dua dari tiga titik tambang berada di kawasan hutan produksi terbatas, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Tahun 2013. Luas area tambang diperkirakan telah melampaui 100 hektare.
Kawasan tambang emas juga merupakan bagian dari hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Indragiri yang airnya mengalir hingga ke Provinsi Riau. “Foto udara menunjukkan rona air Batang Kipek sudah sangat keruh. Aktivitas pengerukan menggunakan alat berat telah merusak sempadan dan badan sungai,” ucap Igo Marseleno dari tim advokasi WALHI Sumbar.
WALHI mencatat ada empat ekskavator aktif di area tambang yang beroperasi langsung di badan sungai. Mereka mengingatkan, dampak ekologis seperti banjir bandang, longsor, dan krisis air bersih tinggal menunggu waktu.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini adalah kejahatan lingkungan yang melanggar berbagai undang-undang, dari UU Kehutanan, UU Tata Ruang, UU Minerba, hingga UU Sumber Daya Air,” ucap Igo.
Jarak tambang ilegal ini hanya sekitar 3,7 kilometer dari Kantor Wali Nagari Simanau. Hal ini memicu pertanyaan dari koalisi, mengapa aktivitas ilegal yang terang-terangan itu tidak terpantau aparat pemerintah nagari maupun Babinkamtibmas.
“Kami mendesak Polda Sumbar tidak hanya menyasar operator kecil, tapi juga membongkar jaringan pemodal dan ‘pembeking’ di balik aktivitas ini,” ujar Tommy dari PBHI Sumbar.