PADANG, HARIANHALUAN.ID — Akademisi Universitas Andalas (Unand), Munzir Busniah, menilai tata kelola komoditas gambir di Sumatera Barat (Sumbar) masih jauh dari harapan.
Meskipun Provinsi Sumbar telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Tata Kelola Komoditas Perkebunan, khususnya gambir, namun implementasinya dinilai masih lemah dan belum memberikan perlindungan nyata bagi petani.
“Perda itu sudah ada, namun implementasinya masih minim. Kalau tidak ada tindakan konkret, maka perda itu hanya akan menjadi dokumen administratif belaka, bukan alat pemberdayaan petani,” ujar Munzir saat diwawancarai Haluan, Senin (4/8/2025).
Mantan Dekan Fakultas Pertanian Unand itu menyoroti posisi lemah petani gambir Sumbar dalam rantai tata niaga. Menurutnya, hingga kini petani masih sangat rentan terhadap fluktuasi harga di pasar global, terutama akibat dominasi eksportir asing seperti dari India.
“Permainan harga oleh pedagang besar dan eksportir masih berlangsung. Petani kita hanya bisa pasrah karena tidak memiliki kekuatan tawar. Ini adalah bentuk nyata dari lemahnya tata kelola di tingkat hulu,” katanya.
Munzir juga mengkritisi maraknya praktik pembelian daun gambir mentah langsung dari petani, yang menurutnya menjadi indikator bahwa upaya hilirisasi yang selama ini digaungkan belum menyentuh akar persoalan.
“Selama praktik penjualan daun mentah masih dibiarkan, nilai tambah dari komoditas gambir hanya akan dinikmati oleh pedagang dan eksportir. Larangan penjualan daun mentah harus menjadi prioritas,” ucapnya.
Sebagai solusi, Munzir mendorong pemerintah daerah menerapkan regulasi tegas yang melarang praktik tersebut, sekaligus mendorong petani untuk beralih memproduksi olahan gambir berkualitas ekspor. Ia menilai pelatihan keterampilan dan teknologi pascapanen harus diperluas agar petani mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan standar pasar internasional.